PERJUMPAANKU DENGAN “THE MAN FOR OTHERS” DARI KETAPANG
Untuk : RD.Zacharias Lintas.Pr
Oleh : Redemptus Musa
Narang
Pada saat saya menginjakkan kaki di
Tanah Kayung awal Juni 1983, Sr. Albertina,OSA Kepala Sekolah saya waktu itu di
SMP Usaba 2 (kini SMP St. Augustinus), beliau pernah berpesan kepada para guru
muda begini : “ kalian harus aktif tidak hanya di sekolah, tetapi juga
bermasyarakat dan menggereja”. Di lingkungan Gereja, beliau mendorong kami
untuk aktif di Kring (Lingkungan), Paroki, bahkan Keuskupan.
Di Kring saya mengikuti do’a Kring
secara rutin, selanjutnya saya dipilih menjadi pengurus di tingkat Kring dan
juga menjadi pemandu Do’a Kring, bahkan sempat menjadi Ketua Kring beberapa
kali. Di tingkat Paroki saya terlibat membantu Pastor Vitalis C.F.Frumau,CP
menerbitkan majalah TRIKA (3 K = Komunikasi Keuskupan Ketapang). Keterlibatan
saya di media informasi Paroki inilah, yang kemudian membuat saya di utus
bersama beberapa teman untuk mengikuti Pelatihan Pengelolaan Siaran Radio di
Nyarumkop selama sebulan, yang dibimbing oleh Pater W.Daniels,S.J dari Sanggar
Prativi Jakarta. Setelah pulang, kami dipercaya mengelola dan mengisi Acara
Mimbar Agama Katolik di Radio Siaran Pemerintah Daerah (RSPD) Kabupaten
Ketapang, dimana tugas ini merupakan salah satu Tugas Pokok dan Fungsi
(Tupoksi) Komisi Komunikasi Sosial (Komisi Komsos) Keuskupan Ketapang.
Keterlibatan saya di Komisi Komsos ini, selanjutnya membuat saya dipercaya oleh
Mgr.Blasius Pujaraharja, Uskup Ketapang waktu itu menjadi Ketua Komisi Komsos
selama 2 periode, dari 2002 sd. 2007. Tahun 2005, tepatnya 5 Juni 2005 Mgr.
Puja (demikian beliau biasa di sapa) meresmikan berdirinya Radio Komunitas Gema
Solidaritas, yang dikelola oleh Komisi Komsos Keuskupan Ketapang, bekerjasama
dengan CU.Pancur Solidaritas Ketapang dan Institut Dayakologi Research and
Development (IDRD) Pontianak. Radio ini lahir, memanfaatkan peluang keluarnya
UU Penyiaran No.32 tahun 2002. Pada masa ini, Siaran Rohani Katolik tidak saja
di siarkan di Radio Siaran Pemerintah Daerah Kabupaten Ketapang, tetapi juga di
Radio Komunitas “Gema Solidaritas” dalam format berbeda dan disiarkan pada pagi
hari dan petang.
Keterlibatan saya di Komisi Komsos
Keuskupan Ketapang, membuat saya harus mengikuti pertemuan- pertemuan tingkat
Keuskupan, Regional (Tingkat Keuskupan Agung), bahkan tingkat Nasional di
berbagai tempat di Indonesia. Demikian juga posisi sebagai Ketua Komsos dan
Aktivis Gereka membuat peluang saya bertemu dengan banyak orang semakin besar,bertemu
banyak tokoh termasuk Rm.Zacharias Lintas,Pr, Sang Imam Putra Sulung Keuskupan
Ketapang, yang juga Putra Sulung Dayak Keuskupan Ketapang.
Dalam banyak kesempatan, saya
menjadi sering terlibat pembicaraan ringan sampai diskusi tentang berbagai hal
dengan beliau. Dari pemicaraan- pembicaraan itu, saya dapat menangkap bahwa
beliau banyak memiliki ide atau gagasan
tentang berbagai hal, mulai dari isu politik, Sosial kemasyarakatan,
pemerintahan, budaya dan tentu saja tentang kehidupan menggereja.
Rm.Zacharias Lintas,Pr dilahirkan
pada tangal 3 Januari 1949 di Simpang Dua, Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten
Ketapang (sekarang beusia 71 tahun). Beliau ditahbiskan menjadi Imam pada
tanggal 10 April 1978 di Ketapang oleh Mgr. Gabriel W.Sillekens, Uskup pertama
Keuskupan Ketapang. Tak lama setelah menahbiskan Rm Zacharias Lintas,Pr menjadi
Imam, Mgr.Gabriel W.Sillekens,CP mengundurkan diri sebagai Uskup dn pulang ke
Negeri Belanda, karena alasan kesehatan. Beliau kemudian menunjuk Imam muda
yang energik dari Keuskupan Semarang, Blasius Pujaraharja,Pr sebagai Pj Uskup
Ketapang pada 15 Maret 1979 dan dikukuhkan sebagai Uskup defeninif, yang
penahbisannya dilaksanakan pada 17 Juni 1979.
Sejak ditahbiskan menjadi Uskup,
Mgr.Puja membuat kebijakan Pastoral berupa secara rutin 3 tahun sekali
melakukan pertemuan besar yang melibatkan tokoh-tokoh umat dari seluruh Paroki,
yang disebut Musyawarah Pastoral atau disinkat Muspas. Pada kesempatan ini
Mgr.Puja mengundang beberapa tokoh Katolik Nasional sebagai Narasumber untuk
mendalami berbagai isue yang aktual dan urgen. Dari pertemuan tersebut akan
dihasilkan Arah Dasar Reksa Pastoral Keuskupan Ketapang dalam 3 tahun
berikutnya. Pertemuan ini seperti Lokakarya Strategic Planning untuk menentuka
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) suatu institusi atau lembaga
pemerintahan atau keuangan.
Dalam
pertemuan-pertemuan besar seperti ini, saya melihat peranan Rm.Zacharias
Lintas,Pr sangat besar; biasanya beliau ditunjuk Bapak Uskup bertindak sebagai
Ketua SC (Steering Committee) atau Ketua Panitia Pengarah. Setelah itu baru
dibentuk Organizing Committee atau Panitia Pelaksana Muspas.
Setelah beliau
selesai studi di Roma untuk tingkat Strata 2 (S2) dan mendapat gelar “Lich”
atau Lisensiat, saya amati peranan beliau di tingkat Keuskupan semakin besar.
Sebelumnya beliau banyak terlibat sebagai Pastor Paroki di Pedalaman,
berangsur-angsur lebih banyak mengurus kepentingan tingkat Komisi di Keuskupan dan
sempat menjadi Ketua Komisi Iman dan Adat. Setelah Pater Jeroen Stoop,CP
berhenti menjadi Vicaris Jendral (Vikjen) Keuskupan, maka Mgr. Puja mengangkat
beliau menggantikan tugas sebagai Vikjend yang baru sampai akhir masa jabatan
Uskup Mgr. Puja di tahun 2012.
Beberapa
kesempatan secara khusus bersama Rm.Lintas.
1.
Dikejar “Makhluk Halus”
Saat
itu adalah pertengahan 2006. Saya, Br.Arnoldus,FIC dan Pastor Z.Lintas akan
berangkat menghadiri pertemuan Seminar Pendidikan yang diselenggarakan oleh
Majelis Pendidikan Katolik (MPK) tingkat Keuskupan Agung Pontianak. Br.
Arnoldus,FIC adalah Ketua MPK Keuskupan Ketapang, sekaligus mewakili Yayasan
Pangudi Luhur; saya diutus oleh Sr.Adriana,OSA (saat itu Ketua yayasan) untuk
mewakili Yayasan Pelayanan Kasih dan Pastor Lintar mewakili Yayasan Usaba.
Ketika kami bertiga sudah hadir di Keuskupan (saat itu Pastor Lintas tinggal di
Keuskupan), sambil menunggu pak Harun mengantar kami ke Bandara, datang seorang
wanita paruhbaya, membawakan aneka buah dan kue-kue untuk bekal Pastor Lintas. Dari
cara dia menyampaikan barang bawaan itu, kelihatan bahwa dia memang mau menarik
simpati Pastor Lintas, bahkan lebih dari itu..... Saya dan Br.Arnoldus,FIC senyum-senyum saja.
Dalam hati saya berkata, “makhluk halus ini rupanya yang sering ngejar-ngejar
Pastor, bukan hanya Pastor Lintas” Eh, ternyata... janda pula. Lalu, pak
Harunpun datang dan kami masuk ke mobil menuju Bandara Rahadi Usman Ketapang.
Selama dalam perjalanan, saya dan Br.Arnoldus juga tidak bertanya bertanya
kepada Pastor Lintas tentang “makhluk Halus” itu; di simpan saja dalam hati dan
kami yakin Pastor Lintas tidak akan tersungkur oleh si Janda itu. Ia memiliki
komitmen kuat terhadap janji imamatnya. Dan selama ini, saya belum pernah
mendengar “suara sumbang” tentang Pastor Lintas dan “makhluk halus”. Semoga
demikian sampai akhir hayat beliau.
2.
Di Pesta pemberkatan
rumah
Suatu
waktu, saya diundang seorang teman yang pindah rumah dan menempati rumah baru.
Saat itu belaiu adalah Pastor Paroki St. Agustinus Payak Kumang. Ternyata
Pastor yang diundang untuk melakukan Misa Pemberkatan rumahnya adalah Pastor
Lintas. Selesai misa, tuan rumah menyiapkan hidangan yang relatif banyak dan
enak- enak. Ketika menuju ke meja makan, saya menyampaikan gurauan kepada
beliau, “Pastor, makanan banyak dan enak, tapi sayang banyak yang tidak boleh
dimakan oleh Pastor”. Saya tahu, beliau memiliki beberapa penyakit, kalau tidah
salah kolesterol dan darah tinggi dan mungkin masih ada yang lain. Apa
tanggapan beliau? “ Tenang pak Musa, aku sudah siap bawa penawarnya....”.
Pendek kata, nikmati semua yang ada, lalu sesudah itu ia langsung minum obat
dan beliau sempat menunjukkan beberapa jenis obat yang dibawanya. Begitulah
cara Pastor Lintas, untuk tetap tidak kehilangan rasa humor, menghargai tuan
rumah, sekaligus menikmati hidup.
3.
Mendmpingi penguatan CUPS
Ketika
saya menjadi pengurus CU.Pancur Solidaritas Ketapang, saya pernah mengajak
beliau untuk memberikan motivasi kepada masyarakat,khususnya kepada umat di
Stasi agar mereka tergerak untuk dapat melakukan pemberdayaan ekonomi keluarga
denan bergabung denganCU.Pancur Solidaritas, antara lain pernah di Stasi
Pengatapan. Beliau sangat dikenal di daerah Tumbang Titi dan sekitarnya, karena
pernah menjadi Pastor Paroki di sana. Pada kesempatan lain, kami pernah meminta
beliau memberikan retret/Rekoleksi untuk pengurus,Pengawas dan staf CU.Pancur
Solidaritas Ketapang. Masalah Credit Union, bukanlah barang baru buat beliau.
4.
Mendirikan “UB” dan CU
Kensumba
Ketika
beliau terlibat di Komisi Pengembangan Sosial Ekonmi Keuskupan Ketapang sekitar
tahun 1990an, beliau dipercaya mengelola Bantuan Sosial dari CRS (Catholic
Relief Services) dari Lembaga Katolik dari Amerika. CRS menyalurkan bantuan
berupa susu, bulgur dan terakhir berupa beras. Anak asrama, biasanya banyak
mendapat bantuan dari proyek ini, berupa barang makanan tadi. Saya ketika di
Asrama Sekadau tahun 1970an, juga sudah merasakan bantuan ini. Pada zaman itu,
Pastor Lintas bersama timnya juga mendirikan “Usaha Bersama” yang disingkat
“UB”, yang bekerja mengelola simpan pinjam seperti Credit Union (CU). Wilayah
kerjanya, terutama di daerah Manjau dan sekitarnya dan daerah Kendawangan,
khususnya daerah Sukaria dan sekitarnya. Sayang usaha ini kurang berhasil dan
akhirnya dihentikan. Selanjutnya, Pastor Lintas juga menginisiasi pendirian
sebuah Credit Union yang bernama CU Kensumba, yang diperioritaskan untuk
melayani masyarakat dari pedalaman, khususnya lagi untuk wilayah Simpang Dua
dan Simpang Hulu. Sejumlah nama, seperti Adaria dan Sukanto tercatat pernah
membantu beliau dalam mengelola Credit Union ini. Tetapi sayang, tidak bertahan
lama dan akhirnya menghilang juga.
5.
Diserahi tanggungjawab di
usia senja.
Pada
suatu hari dalam tahun-tahun terakhir ini, kami mengundang beliau untuk Misa
Kring di Lingkungan Santo Mikael Ketapang. Pada kesempatan itu, dalam kotbahnya
beliau menyampaikan bahwa kalau mau mengundang beliau untuk Misa, beliau tidak
bisa datang sendiri lagi; datang harus dijemput dan pulang harus diantar. Hal
ini dikarenakan beberapa penyakit yang di deritanya. Terakhir beliau, beliau
harus pasang satu (1) ring jantung di RS.Elisabeth Semarang. Memang, di usianya
yang ke- 71 di tahun 2020 ini, beliau kelihatan tidak selincah dulu lagi,
bahkan terkesan ringkih. Kalau dulu, ketika kotbah suaranya bisa lembut, tetapi
bisa juga menggelegar untuk menekankan sesuatu yang ia anggap penting, tetapi
sekarang sudah jauh lebih tenang dan bergerakpun harus lebih hati-hati. Namun,
sungguhpun demikian, di usia senja dan di masa pensiunnya beliau tetap rela
menerima tanggungjawab dan penugasan dari
bapak Uskup untuk menjadi Pastor Kepala Paroki Tembelina. Suatu Paroki
yang menurut pandangan Bapak Uskup, saat ini memerlukan sentuhan tangannya.
Selamat berkarya Pastor Lintas. Mempersembahkan diri dan mengabdi kepada Allah
melalui karya imamat Ilahi sampai tuntas, sampai garis akhir. Semoga impianmu
untuk menjadi “The man for others” seperti yang sering engkau sampaikan di
banyak kesempatan, sungguh nyata dan sungguh menjadi berkat bagi banyak orang.
ooooo