Tak ada hasil yang ditemukan

    25 Cerita Perjuangan Tahun- Tahun Awal Berdirinya CUPS


     

    Oleh : R.Musa Narang

    Pengantar :

    25 Cerita Perjuangan Tahun- tahun awal berdirinya CUPS ini merupakan cerita pengalaman Penulis Bersama teman- temannya, sejak mendirikan sampai memelihara pertumbuhan Lembaga CUPS, khususnya dalam kurun waktu 10 tahun pertama.


    1. Berbenah diri pasca didirikan

    Setelah CU.Pancur Solidaritas resmi berdiri pada 27 Oktober 2001, pengurus terpilih diminta Mecer untuk berbenah, seperti membuat pengajuan Surat Permohonan Pinjaman ke Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih (Dari pos Dana kemandirian), membeli tanah untuk membangun kantor (bulan November), membeli 1 perangkat computer lengkap dan meubelernya, perlengkap dapur dan 1 unit sepeda motor Win. Dana pinjaman akan dicairkan pada akhir bulan November 2001.

            Sebagai Ketua BK3D, Mecer menugaskan staf keuangan yang baru diangkat,yaitu Rosalina Susi,SE untuk membantu CUPS berbenah dari tanggal 28 November sd. 14 Desember 2001 atau selama 2 minggu. Waktu pertama datang menginap di rumak  R.Musa (Sekretaris Pengurus), setelah mulai bekerja pindah ke rumah Frans Mboy, karena letaknya dekat dengan Kantor sementara CUPS, yaitu di Kantor PSE Jalan RM.Sudiono, Ketapang. Selama di Ketapang Susi mengemban 4 tugas : 1. Melakukan audit, 2.Membantu Menyusun Poljak 

    untuk tahun buku 2002, 3. Membimbing/ melatih staf keuangan (Diana Rini dan Siprianus Abani), 4. Menyiapkan laporan untuk RAT tahun buku 2001. Telah disepakati  jadual rapat kerja bahwa :1. Tanggal 3 – 8 Desember 2001 bersama Panitia Kredit (Y.Aliman, Ig.Gimin Adi, Blasius Jauhari, S.Abani,Diana Rini dan unsur Pengawas); 1. Tanggal 10 – 15 Desember 2001 bersama Panitia Pendidikan (Philipus, P.Duyah, R.Musa dan Lusia Sunarto) dan pada tanggal 15 Desember 2001 diharapakan Draft semifinal Laporan RAT sudah rampung.

    Pada tanggal 14 Desember 2001 diadakan rapat evaluasi pendampingan dari Rosalina Susi,SE dengan hasil sebagai berikut : 1. Secara hukum, CUPS telah 3 kali berganti nama, yaitu Gema Persada, Solidaritas dan Pancur Solidaritas; belum memiliki AD/ART; belum berbadan hukum. 2. Secara organisasi : telah ada RAT dan rapat pengurus secara berkala; anggota (128 orang) dan asset ( Rp 139.921.957) masih sangat kecil. 3. Aspek keuangan : ada selisih (+) yang belum diketahui penyebabnya; Buku Panduan Akuntansi Keuangan Koperasi Kredit tidak ada; kredit lalai besar (Rp 34.036.300,. atau 33%) dan penanganan kredit lalai tidak berjalan. 4. Aspek manajemen : LKSB belum di tandatangani oleh Ketua Pengurus, Pengawas dan Bendahara; tidak ada uraian tugas untuk para pemangku kepentingan. Selanjutnya Poljak 2002 masih berupa draft, perlu ditindaklanjuti oleh Panitia atau pengurus.

    Rapat pengurus lengkap pada tanggal 14 Desember 2001 itu sekaligus sebagai acara perpisahan untuk Rosalina Susi yang telah membantu membenahi CUPS kurang lebih selama 2 minggu.

                Pada awal tahun 2002, A.R. Mecer mengusulkan dan membuat kebijakan pertukaran staf antara CUPS yang masih baru dengan CU.Canaga Antutn yang lebih senior, agar staf CUPS punya pengalaman mengurus manajemen Credit Union. Martinus Maren Ahen, staf perdana CUPS yang dipilih Mecer ditugaskan ke Menyumbung selama 2 minggu, sebaliknya 1 staf putri CU.Canaga Antutn bernama Rupina Yetty ditugaskan di CUPS Ketapang. CUPS sungguh merasa terbantu.

    Walaupun sudah dilakukan pembenahan, tetapi pembukuan CUPS tetap belum beres, masih ada selisih dan masalah kredit lalai. Mecer minta pengurus membereskan soal pembukuan ini dengan melakukan “saldring”. Tetapi ternyata itu bukan hal sederhana, bagi pengurus pengawas yang tidak memilki latar belakang keuangan. Bahkan Martinus Maren yang memilki latar belakang keuangan saja, merasa kewalahan sampai secara berseloroh ia berujar, “payah ngurus Credit union yang sudah tinggal tulang- belulang berserakan”. Martinus Maren sendiri, pada akhirnya mengundurkan diri sebagai staf CUPS dan memilih untuk menjadi guru sesuai latar belakang pendidikannya.

           

    1. RAT di ruang tamu.

    Diputuskan bahwa Rapat Anggota Tahunan (RAT) perdana CUPS dilangsungkan pada tanggal 25 Januari 2022 secara sederhana. Tidak dilaksana di ruang pertemuan, apalagi hotel, tetapi di ruang tamu rumah tinggal Keluarga Ignatius Sunarto (alm). Masalah konsumsi RAT perdana ini juga langsung ditangani oleh Lusia Sunarto dan tim ibu-ibu.

    Rapat dipimpin oleh Tolopan Sihombing sebagai Ketua Pengurus, bersama jajrannya dan juga pengawas. A.R.Mecer sebagai penasehat saat itu tidak bisa hadir, tetapi ada Ir.Syaikun Riadi yang juga asal menyumbung dan tinggal di Pontianak memberikan pencerahan. Penasehat lain, Rm.Budi Nugroho,Pr hadir. Total peserta hanya sekitar 30 orang. RAT perdana ini berjalan dengan baik dan lancar.

    Sebelum RAT di tutup, Tolopan Sihombing sebagai Ketua Pengurus mengingatkan kepada semua jajaran pengurus, pengawas serta staf yang telah ditunjuk agar berjuang sekuat tenaga sehingga program kerja yang sudah dibuat dalam SPBP pada 24 – 27 Oktober 2001 dapat tercapai. Target anggota pada 31 Desember 2002 adalah minimal 364 orang (bertamah 236 orang) dan target asset minimal Rp 327 jt.(bertambah Rp 187 jt), demikian juga target- target yang lain.

                 Hasil kerja keras jajaran Pengurus, Pengawas dan staf CUPS serta para aktivis lapangan tidak mengecewakan. Terbukti per 31 Desember 2002, jumlah anggota CUPS menjadi 376 orang atau 12 orang melebihi target dan jumlah asset menjadi Rp 354 jt atau Rp 27 jt melebihi target. Suatu hal yang sungguh menggembirakan.


    1. Membeli tanah untuk kantor CUPS

    Sejak pertemuan terakhir di hotel perdana, untuk membahas strategi pengembangan CUPS, A.R. Mecer minta segala sesuatunya disiapkan sesuai Business Plan yang telah ditetapkan. Mecer minta tanah tempat pendirian kantor usahakan sudah didapat pada akhir November 2001, sehingga Januari 2002 proses pembangunannya sudah bisa dimulai. Faktanya tidak demikian; ada beberapa persil lahan yang telah disurvei dan dijajagi untuk tempat pendirian kantor, antara lain di dekat PDAM Mulia Baru dan di Gang Sukajadi dalam di belakang SMA St. Yohanes. Setelah ditinjau bersama  Mecer, Ia lebih suka yang di Gang Sukajadi dalam; tempatnya tenang dan harganya juga terjangkau sesuai budget yang telah dialokasikan. Persetujuan Mecer ini penting, karena dana pendirian Gedung ini berupa pinjaman dari Lembaga yang ia pimpin. Transaksi pembelian tanah ini baru dapat dilakukan pada bulan Februari 2002 dan langsung dilakukan pembersihan lahan untuk segera dapat dilakukan “ground breaking”.

    Pekerjaan pembangunan dimulai bulan Maret 2002 dan dikerjakan oleh Ketua Badan Pengurus, Tolopan Sihombing, yang juga berprofesi sebagai pemborong. Bangunan ini diharapkan selesai dalam 90 hari kerja atau paling lambat akhir Juni 2002. Puji Tuhan proses pengerjaan berjalan lancar dan pada bulan Juli 2002, Gedung sudah dapat diresmikan penggunaannya dan diberkati oleh Rm.Zacharias Lintas,Pr. Maka sejak Juli 2002, CUPS sudah menempati kantor sendiri di Gang Sukajadi Dalam, Mulia Baru Ketapang

    Dalam perjalanannya setelah CUPS makin besar (tahun 2005 – 2006), banyak anggota terutama dari pedalaman yang berurusan ke kantor ini, yang selanjutnya menjadi kantor Pusat, baik untuk menyetor simpanan maupun maupun melakukan pelayanan pinjaman. Banyak diantara mereka yang sulit menemukan kantor ini, bahkan tersesat kearah Perumahan Kodim. Ketika ada yang “mengeluh” kepada saya yang saat itu menjadi Ketua Pengurus CUPS tentang sulitnya menemukan kantor itu, dengan berseloroh saya katakan,” harap maklum, saat itu kita belum punya uang, jadi bisanya ya beli tanah di tempat ini. Inipun mesti disyukuri bahwa kita sudah bisa memilki kantor sendiri”.

    Pada awal 2007, ada informasi bahwa ada orang mau menjual ruko di Jalan MT.Haryono; ini adalah jalan poros dekat kompleks sekolah dan perkantoran Pemkab Ketapang. Kalau CUPS bisa memilki Kantor disini tentu akan mudah di cari oleh para anggota dan CUPS akan memiliki “branding” yang bagus. Pemiliknya adalah Acun (alm), yang juga pemilik Toko Sinar Makmur di Jalan R.Suprapto. Ruko di sebelahnya adalah milik Acuan, Toko Ros Baru infonya juga mau dijual bila harga cocok.

    Berbekal informasi itu, saya mengajak pengurus, pengawas dan manajemen untuk rapat membahas kemungkinan kita membeli kedua ruko itu kalau harganya masih terjangkau. Peserta rapat pada umumnya sependapat bahwa itu suatu peluang emas dan kesempatan tidak selalu datang. Pak Didik Eko Purwantoro selaku Ketua Pengawas kurang setuju, karena likuiditas CUPS saat itu tidak ideal, kawatir dapat mengganggu cashflow Lembaga. Pendapat Pengawas ini suatu “warning” bagi pengurus, memang sepantasnya mereka berfungsi seperti “rem” dalam kendaraan. Tetapi kita memutuskan untuk melakukan pendekatan kepada kedua orang pemilik ruko itu dan rapat mempercayakan saya sebagai ketua pengurus unutk mengadakan pendekatan dengan mereka. Dari hasil lobby dan negosiasi yang dilakukan, mereka bersedia melepaskan kedua ruko tersebut. Kebetulan saya cukup mengenal mereka karena anak- anak mereka pernah menjadi murid saya; Dengan Acun kami pernah bersama dalam kegiatan Komite Sekolah SD. St.Monika Ketapang, sedangkan dengan Acuan, anaknya pernah murid saya waktu di SMP Usaba 2.

    Alhasil, harga kedua ruko itu cocok dan diputuskan ruko itu dibeli dan direnovasi untuk didesain menjadi kantor setelah digabungkan. Untuk itu saya minta Ir.Adrianus Abu melakukan penyesuaian dan renovasi sehingga penampilannya cocok sebagai Kantor Lembaga Keuangan Koperasi yang elegan dan representatif. Pada HUT ke-8, tepatnya 27 Oktober 2009 Kantor Pusat CUPS resmi berpindah dari Gang Sukajadi Dalam ke Jalan MT.Haryono No.12 Ketapang. Tidak hanya itu, Toko “Putri Solo” yang berada di sebelahnya, juga kemudian dibeli. Bahkan ketika Ketua CUPS dijabat oleh penerus saya, F.Alkap Pasti sekitar tahun 2014, sebelum membangun Gedung CUPS yang lebih representative seperti

    sekarang ini, dibeli lagi tanah di bagian belakang sehingga cukup untuk parkir staf dan rumah untuk penjaga kantor.


    1. Membentuk dan membangun wilayah pengembangan CUPS.


    Dari hasil Lokakarya Strategik Planning dan Business Plan tanggal 24 – 27 Oktober 2001, telah dibuat peta jalan (road map) pengembangan CUPS dalam 3 tahun, yaitu 2002 sd. 2004. Dari Dokumen tersebut telah disepakati bahwa dalam 3 tahun berikutnya telah ditetapkan 4 wilayah pengembangan: pertama, adalah seputaran kota Ketapang yang dikerjakan secara bersama, kedua wilayah selatan (daerah kecamatan Kendawangan, Paroki Kendawangan dengan penanggung jawab : R.Musa dan Didik Eko Purwantoro, ketiga wilayah utara (Manjau, Sukadana dan sekitarnya) atau wilayah kecamatan Matan Hilir Utara, Paroki Sukadana dengan penanggung jawab Philipus Kaleh dan keempat wilayah timur, wilayah Sei Melayu dan Tumbang Titi (Paroki Sei Melayu dan Paroki Tumbang Titi) dengan penanggungjawab Yohanes Aliman.

    Di wilayah pengembangan itu, sudah ditunjuk para kontak person yang membantu tim Ketapang untuk mempromosikan dan mengembangkan CUPS, yang saat itu disebut “Kelompok Inti”. Di wilayah Kendawangan kita dibantu oleh Thomas Lukas, seorang Katekis (alm), di wilayah Sukadana Sosimus dan di Manjau Hendrikus Sara yang juga sempat menjadi pengurus CUPS. Di wilayah pengembangan Sei Melayu dan Tumbang Titi, di Pengatapan ada Budi Santoso (guru SDN Pengatapan, Mang Jayadi (Ketua Umat) dan Alponsius (pernah Kades); di Batu Tajam 1 ada Alponsus dan Antonius Jahari; di Tumbang Titi ada Stefanus dan Surya Patimura (alm) dan di Natai Panjang Sutaryono. Berikutnya di Natai Panjang saat itu ada Ridwan sebagai Pangkalan Kolektor (PK), yang kemudian direkrut menjadi staf CUPS, yang sekarang menjadi General Manager (GM). Di Serengkah ada seorang ibu yang menjadi penggerak CUPS saat itu, yaitu Emelia yang pernah menjadi Kades. Di Batu Bulan penggeraknya adalah Jatinurpoyong (Kades) dan di Beringin  ada Borem.

    Di wilayah utara pada Februari 2002 (bulan ke-4), diadakan sosialisasi dan promosi  oleh Pengurus CUPS bersama A.R.Mecer di Sukadana dan Manjau. Kala itu dari pengurus ada Tolopan Sihombing sekaligus menjadi driver dari mobilnya sendiri, R.Musa, Philipus dan Didik Eko Purwantoro. Sore hari pertemuan di Aula Paroki Sukadana dan malamnya dilanjutkan di Manjau, di rumah keluarga Yohanes Terang (alm). Dari kegiatan hari itu, antusiasme masyarakat untuk menjadi anggota CUPS semakin meningkat. Di Manjau Hendrikus Sara merupakan tokoh yang setia dan militant dalam mengembangkan CUPS; sampai usia pensiun Ia tetap menjadi kolektor CUPS di Manjau dan setiap kali ada pertemuan CUPS di daerah itu Mantan Kepala Sekolah Manjau ini selalu siap mengorganisirnya. Ke arah menuju Nanga Tayap, ada 2 orang guru asal NTT yang menjadi Pangkalan Kolektor, yaitu pak Obek Lema di Sei Kelik dan Dominikus Ngei di Lembah hijau.


    1. Hampir menginap di kompleks Pemakaman

    Akhir tahun 2001, ada Pendidikan Dasar CUPS perdana yang diadakan di Natai Panjang dan diorganisir oleh  Sutaryono. Para pengurus dan pengawas CUPS, terutama yang telah diberi tugas dan tanggungjawab untuk  pengembangan wilayah,telah siap menjadi Fasilitator Pendidikan Dasar,setelah sebelumnya ditraining singkat dan dimotivasi oleh tim Mecer dari Pontianak. Mereka mulai Percaya diri menjadi Fasilitator PD dengan harapan jumlah anggota dan aset CUPS terus bertambah sesuai target perencanaan; sebab semakin banyak Pendidikan sosialisasi/motivasi dan atau Pendidikan Dasar, maka peluang bertambahnya anggota dan aset semakin besar atau berbanding lurus. Saat itu yang berangkat ke Tumbang Titi personilnya adalah 5 orang, yaitu : Yohanes Aliman, R.Musa, Philipus Kaleh, Didik Eko Purwantoro dan Br.Herman Yosef Sagiman,FIC. Nama terakhir, (Br. Herman) walaupun sudah sepuh karena sudah memasuki masa pensiun, tetapi tetap bersemangat ketika kami ajak untuk memotivasi umat di Tumbang Titi masuk CUPS. Bulan Desember setiap tahun dari dulu di Jalan Pelang, selalu banjir dan jalan hancur seperti bubur; namun Br.Herman tetap lincah mengendarai sepeda motor bebek yang ia gunakan; saya yang saat itu masih muda, nyaris tak mampu mengejarnya di jalan penuh “meeting”, berlumpur, berlubang dan banyak titian, bahkan ada yang hanya sekeping papan. Lengah sedikit, jatuh ke dalam lumpur atau “sungai- sungai kecil” di tengah jalan; berkubang dalam jalan licin dan berlumpur tak dapat dielakkan. Tapi, syukurlah akhirnya sampai juga kami ke Tumbang Titi.

    Di Tumbang Titi, Br..Herman menginap di Biara, karena mereka memang memilki komunitas di Tumbang Titi dan mereka memiliki banyak SD dan SMP Pangudi Luhur. Kami ber-4 (Y.Aliman, R.Musa, Philipus dan Didik E.P) mengikuti ajakan Yohanes Aliman untuk menginap di tempat dimana dia pernah tinggal, saat menjadi guru di SMP PL Tumbang Titi, sedangkan saat itu dia sudah pindah ke SMP Usaba 2 Ketapang.

    Ketika sampai di “rumah lamanya” yang lokasinya tidak jauh dari Puskesmas Tumbang Titi, kami terkejut karena ternyata rumah itu sudah mengalami kerusakan yang parah setelah ditinggal beberapa tahun. Lantai sudah banyak yang lepas, demikian juga dinding dan atap yang sudah banyak bocor di sana- sini. Kondisi rumah itu sudah tidak layak untuk tempat menginap. Hal yang paling mengejutkan lagi, ternyata rumah itu berada di kompleks Pemakaman Muslim; kondisi cuaca saat itu juga tidak bersahabat; mendung bahkan sudah mulai gerimis.

    Melihat hal itu, Philipus langsung mengajak kami cari tempat lain saja yang lebih layak. “Kita menginap di Penginapan Kadariah jak, nanti aku mah yang bayarnye”, kata Philipus meyakinkan kami. Benar, akhirnya kami berempat malam itu menginap di Penginapan Kadariah yang juga memiliki rumah makan Flamboyan milik Pak Usman. Dari kota Tumbang Titi pagi itu kami menuju ke Natai Panjang untuk melaksanakan Pendidikan Dasar.

    Dalam perkembangan selanjutnya, frekuensi kunjungan saya ke wilayah Tumbang Titi semakin sering baik sendiri, maupun bersama tim. Pernah beberapa kali menginap di Pastoran Tumbang Titi, di Rumah teman saya Yakobus Duai (alm) di Pal 2 Jalan ke arah Tanjung Jelai. Beberapa kali juga nginap di rumah Ridwan di Jelayan atau Natai Panjang, sampai CUPS memiliki kantor sendiri di Pal 2 dengan membeli rumah pak Bunkhui pada tahun 2005. Selanjutnya rumah ini direnovasi dan diresmikan pada 1 Juli 2007 sehingga berdiri cukup megah seperti yang sekarang.

    1. Getaran alam semesta mendukung : Kisah beli 1 unit Personal Computer (PC).


    Pada tahun 2001 sd. 2004, tugas dan tanggungjawan saya di CUPS adalah sebagai Sekretaris Badan Pengurus. Saya sadar sebagai sekretaris, saya harus menjadi “otaknya” Lembaga yang senantiasa berkoordinasi dengan Ketua dan pengurus lainnya; Ketua adalah “decision maker” yang banyak memperoleh masukan dari sekretaris, bendahara dan pengurus lainnya.

    Sebagai sekretaris saya sering harus membuat surat undangan rapat, membuat notulen rapat atau mengarsipkan dokumen- dokumen penting kelembagaan. Saat itu saya hanya punya 1 mesin ketik tua, bekas saya kuliah yang kadang-kadang banyak tip ex-nya. Zaman sudah mulai berubah, dimana alat tulis berupa mesin ketik telah digantikan dengan komputer, berupa Dekstop. Tetapi saya belum memiliki alat tulis- menulis mutakhir tersebut, walaupun memilki keinginan kuat untuk memilikinya. Tambahan lagi, saya belum bisa mengoperasikannya; walaupun sebelumnya pernah mendapat pelatihan mengopersikan komputer dengan menggunakan system disket, waktu pelatihan guru. Namun pada awal tahun 200an, sistim disket sudah tidak digunakan lagi. Bingung juga saya.

    Pada Januari 2001 saya mendapat kepercayaan dari bapak Uskup Mgr.Blasius Pujaraharja menjadi Ketua Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Ketapang bertanggung jawab dalam hal pastoral komunikasi. Saya memang sudah terlibat dalam komisi ini sejak tahun 1985, ketika bersama sejumlah teman dari Keuskupan Ketapang (Frans Suma, Redemptus Musa, Maryadi, Sumito, Martha Apen dan Luiliawati) mengikuti Kursus Programa Radio selama sebulan di Wisma Emaus, Nyarumkop yang diselenggarakan oleh Komisi Komsos Keuskupan Agung Pontianak bekerjasama dengan dengan Sanggar Prativi Jakarta. Pelatihnya adalah Pater W.Daniel,SJ. Output dari Kursus itu adalah kami diharapkan trampil mengemas acara “Mimbar Agama Katolik” yang disiarkan sekali seminggu di Radio Siaran Pemerintah Daerah (RSPD) Kabupaten Ketapang.

    Sebagai sebuah Komisi tingkat Keuskupan, kami diberi kantor di samping kantor Yayasan Usaba dengan perlengkapan 1 unit komputer lengkap dengan printer, peralatan rekaman materi siaran, beberapa alat music pendukung untuk siaran dan meubeler untuk rapat. Setelah menyampaikan Surat Keputusan pengangkatan sebagai Ketua Komisi Komsos, Mgr.Puja demikian beliau biasa disapa, meminta saya untuk belajar komputer (karena saya mengaku belum bisa computer, saat beliau menanyakan) dan memiliki alamat email. ”Zaman sekarang segala bentuk komunikasi dalam bentuk surat menyurat sudah digantikan dengan email, termasuk ke luar negeri” tandas beliau. Saya semakin tertantangan untuk trampil belajar komputer.

    Pada tahun 2002, Diana Rini dan Siprianus Abani yang adalah staf Yayasan Peritas milik Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Ketapang, berdasarkan hasil rapat pendirian CUPS, diminta untuk menjadi Pelaksana Harian CUPS sementara, sebelum ada pegawai yang diangkat oleh CUPS sendiri. Hal itu, karena Blasius Jahuri staf Komisi PSE yang sebelumnya juga menjabat sebagai pelaksana harian CU.Solidaritas (CUPS sebelum ditransformasi), tidak bersedia lagi menjadi Pelaksana Harian dengan alasan ia akan mengundurkan diri dari pegawai Komisi PSE.

    Siprianus Abani, pemuda asal Boti kecamatan Sekadau Hulu yang bersama Diana Rini (putri tokoh Ketapang Hironimus Denggol) juga berdarah Boti, telah direstui oleh Rm.Budi Nugroho,Pr, Ketua Komisi PSE untuk melaksanakan tugas rangkap (walaupun gajinya tidak rangkap, hehe…). Siprianus Abani sudap cukup mahir mengoperasikan komputer. Maka pada suatu hari di awal tahun 2002, saya minta S.Abani mengajari saya bagaimana mengoperasikan komputer dengan menggunakan fasilitas komputer Komisi Komsos. “Pertama, buka dan tutup komputer dengan aman, sesuai dengan langkah- langkah standar”, kata Aban sambil mempraktekkan yang ia katakan. “Ditengahnya, terserah anda…” katanya sambil bergurau. Maksudnya adalah ketika berada di halaman Ms Word dimana kita menulis suatu dokumen berupa surat,dll. “Jangan lupa dokumennya disimpan sebelum keluar”, katanya lagi. Langkah-langkah mengopersikan komputer itu, dia ulang beberapa kali sampai saya faham dan sudah bisa melakukannya sendiri. Hanya perlu 2 jam dan saya sudah mulai bisa dan besoknya saya belajar sendiri. “1 lagi kunci untuk mahir komputer pak”, kata Aban dengan setengah bergurau. “Apa itu Aban?” kata saya. “Memiliki Personal Computer (PC) sendiri di rumah, sehingga bisa bekerja kapan saja”tegas Abani. “Ohhh …” kataku sambil berpikir bagaimana cara dapat uang untuk membelinya.

     

               Malamnya sebelum tidur, saya tulis di Buku Anggaran Belanja Keluarga bahwa impian saya tahun 2002 adalah memiliki 1 unit Personal   Computer atau PC lengkap dengan printernya, agar urusan sebagai Sekretaris CUPS dapat dikerjakan dengan lebih mudah. Siangnya saya telah mencari info  tentang harga 1 set Personal Computer. Dan impian dapat memiliki 1 unit computer itu menjadi pemikiran saya dalam hari- hari belakang, termasuk dibawa dalam tidur (maklum zaman itu gaji saya sangat terbatas untuk dapat membeli peralatan komputer yang masih dianggap barang mewah.

    Tiga bulan kemudian, tepatnya bulan Mei 2002 saya ditelpon oleh Daryanto,”Pak Musa, ada niat mau beli komputer kah? Kebetulan ada 1 komputer sudah dirakit di era computer karena dipesan seseorang, tetapi kemudian batal. Dijual murah pak?” katanya di seberang sana. Saya kaget, koq pak Daryanto tahu bahwa saya berniat mau beli computer, padahal saya tidak pernah berbicara dengan siapapun, termasuk dengan isteri karena saya sadar dengan keterbatasan finansial saya.

    Mendapat tawaran dari Daryanto itu, saya lalu bertemu dia dan memeriksa barangnya dan saya sungguh tertarik walaupun komputer itu bukan rakitan pabrik (build up), lalu saya minta agar ditahan dulu sambil saya membuat pertimbangan untuk mencari sumber dananya. Harganya Rp 4.300.000 lengkap dengan printernya.

    Setelah menimbang- nimbang, untuk membeli komputer itu saya meminjam ke Yayasan tempat saya bekerja dengan sistim potong gaji selama 5 tahun, seperti kebiasaan saya selama itu untuk memenuhi segala kebutuhan keluarga. Mau pinjam ke CUPS, likuiditasnya saat itu masih lemah. Tetapi itulah terakhir kali saya meminjam segala keperluan keluarga di luar Lembaga Credit Union. Sebagai PNS saya tidak pernah melakukan pinjaman ke Bank dan potong gaji sehingga bendahara kami di Dinas Pendidikan Kabupaten Ketapang pernah berujar, ”Pak Musa memang hebat, selama ini terima gaji selalu utuh dan tidak pernah ada potongan Bank”. Aku menanggapinya hanya dengan senyum, dalam hati saya berujar “tidak tahu dia, bahwa pinjaman saya di CUPS banyak dan tidak pakai sistim potong gaji yang tidak mendidik kesadaran pengelolaan keuangan”. Sejak menjadi anggota Credit Union saya berusaha menerapkan sistim pengelolaan uang terencana melalui Sistim Anggaran Belanja Keluarga (ABK) saya.

    Pada bulan Juli tahun 2002, saya diminta Sr. Albertina, OSA mantan Bos saya di SMP Usaba 2 yang kemudian diangkat menjadi Ketua Yayasan Pelayanan Kasih Agustinian untuk membantu dia di kantor Yayasan. Tugas utama saya adalah mendampingi sekolah- sekolah dari TK sd.SMA dan SMK yang berada di bawah Yayasan Pelayanan Kasih Agustinian. Selama 10 tahun, yaitu dari 2002 sd. 2012 saya 3 hari mengajar di SMP St. Augustinus dan 3 hari di kantor Yayasan dan secara berkala melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah milik Yayasan. Di kantor itu saya diberi 1 unit peralatan komputer sebagai alat bekerja. Di situlah saya memaknai pesan Aban,” ditengah-tengahnya terserah anda”. Jadi ketika sedang menulis atau membuat laporan, ketika saya mengalami kesulitan, saya bertanya kepada rekan kantor saya, seperti Bernard, Akion atau Daduanto atau dr.Reagen (alm). Akhirnya saya makin trampil menggunakan komputer, termasuk mempelajari program Excel dan Power Point yang tidak pernah saya pelajari secara khusus.


       Saya bersyukur akhirnya saya bisa memilki 1 unit komputer di rumah seperti saran Siprianus Abani. Ternyata ketika kita menebarkan impian kita ke frekuensi alam semesta, “Yang di atas” mendengarnya dan alam semester mendukung serta mengabulkan impian kita dengan caranya.


    1. Pendidikan Dasar Perdana di Natai Panjang

    Pendidikan Dasar perdana di Natai Panjang dilaksanakan di SD PL Natai Panjang dihadiri banyak peserta, sehingga perlu menggunakan 2 ruang belajar (70an peserta). Kami berlima (Yoh.Aliman, Musa, Didik dan Philipus srta Br.Herman) hadir sebagai fasilitator, memberikan materi secara bergiliran, termasuk Br.Herman Yosef Sagiman,FIC yang nota bene merupakan pemilik sekolah, memberikan wawasan ber-CU menurut pandangan Kristiani.

    Salah satu materi yang kami sampaikan saat itu adalah perbedaan antara Credit Union yang selama ini dipraktekkan (dari tahun 1975 sd. 1990an akhir) dengan awal tahun 2000an, sebagai berikut :

    No.

    CU. Model Lama

    CU.Model Baru

    1.

    Anggotanya sedikit (ratusan orang saja)

    Anggotanya banyak (ribuan sd Ratusan ribu)

    2.

    Sekop wilayahnya kecil (tingkat RT/ kampung atau Kring).

    Sekop wilayahnya luas (tingkat kecamatan, Kabupaten/propinsi)

    3.

    Dikelola secara sambilan oleh pengurus/ bendahara 

    Dikelola secara fulltime oleh tenaga /pegawai yang dibayar CU.

    4.

    Jaringannya setempat (tk. Kampung atau paroki)

    Jaringannya tingkat propinsi, nasional bahkan internasional.

    5.

    Bunganya diambil habis setiap tahun saat Rapat anggota Tahunan dalam bentuk SHU. 

    Bunganya dibukukan setiap bulan,sehingga simpanan bertumbuh secara signifikan. 

    6.

    Simpanan biasanya hanya bertambah dari Simpanan wajib yang kecil dan Simpanan  Sukarela tidak dilakukan karena “tidak suka dan tidak rela”.

    Simpanan Sukarela diformat dalam Tabungan Simapan dengan target menghasilkan nominal tertentu dalam waktu 5 sd.10 tahun ke depan.

    7.

    Kalau perlu uang simpanannya diambil (Ibarat kebun karet, perlu uang, kebunnya dijual).

    Kalau perlu uang, meminjam ke CU dan simpanannya dijadikan jaminan.Filosofi : kebutuhan terpenuhi, simpanan tetap terus bertumbuh.

    Sehubungan dengan no.5 saya bercerita bahwa dalm model Credit Union lama, ketika RAT mereka sangat gembira karena pulang bawa amplop dari SHU tahun itu, karena balas jasa simpanan dan balas jasa pinjaman diakumulasi dan dibagi diakhir tahun. Hal itu saya analogikan sebagai “ayam yang bertelor” setiap hari. Model lama, setiap kali ayam bertelur langsung diambil telurnya, lalu kapan menjadi anak dan berkembang biak. Berbeda dengan model baru yang telornya dibiarkan, sampai suatu saat yang memang sudah diprogram. Paparan saya itu sempat membuat seorang peserta tersinggung, karena dia memang salah satu anggota CU. model lama. Saya katakan,” maafkan saya kalau membuat bapak tersinggung” tetapi saya tidak dalam posisi ingin menyinggung seseorang atau sekelompok orang, tetapi analogi itu dipakai untuk memperjelas perbedaannya, karena mereka yang memutuskan untuk menjadi anggota di CUPS kelak, pada saat RAT CUPS tidak akan ada sesi bagi- bagi amplop dari Sisa Hasil Usaha (SHU). Peserta pertemuan itu juga ada yang berasal dari CU. Sutra Kayong dan CU. Flobamora yang di inisiasi dan dikelola para guru di Tumbang Titi yang notabene masih bergaya lama.



    1. Di sambut hangat di Pengatapan

    Pengembangan CUPS di wilayah Tumbang Titi sangat menjanjikan. Para warga Dayak dan umat Katolik menyambutnya dengan antusias. Pernah dilakukan pertemuan sosialisasi tentang CUPS di Gedung pertemuan di Pengatapan dengan menghadirkan Rm.Zacharias Lintas,Pr, mantan Pastor Paroki wilayah ini waktu masih bagian dari Tumbang Titi dan dihadiri banyak orang. Apalagi CUPS selalu bekerjasama dengan Pastor Paroki dan karena Pendidikan Dasar pada umumnya dilaksanakan pada hari Sabtu dan Minggu; sebelum pelaksanaan kegiatan terlebih dahulu harus mengikuti Misa atau ibadat hari minggu. Bila di stasi itu, pas tidak ada petugas ibadat minggu maka para fasilitator Pendidikan Dasar itu sudah dibekali untuk dapat memimpin Ibadat Hari Minggu di stasi itu.

    Salah satu kampung atau stasi yang paling siap menyambut kehadiran CUPS adalah Desa Pengatapan, dengan dimotori oleh para guru SDN seperti Pak Budi Santoso, Ketua umat Pak. Mang Jayadi, apparat Desa antara lain Pak Alponsius. Beberapa kali mengadakan Pendidikan Dasar di SDN Pengatapan selalu dihadiri oleh banyak peserta; termasuk dihadiri oleh para peserta di luar Desa Pengatapan, bahkan dari Satuan- satuan Pemukiman di Semayok dan sekitarnya yang banyak dihuni oleh komunitas dari NTT.


      Hadiah untuk masyarakat Pengatapan.

                     Dalam waktu 1(satu) tahun jumlah anggota dan asset di wilayah ini sudah cukup signifikan, sehingga dimungkinkan didirikan sebuah Tempat Pelayanan (TP). Sebagai penghargaan buat masyarakat pengatapan dan sekitarnya, maka diputuskan bahwa TP pertama yang berada di luar kota Ketapang itu didirikan di Desa Pengatapan. Setelah pertemuan dengan aparat pemerintahan Desa, mereka bersedia menghibahkan sebidang tanah di simpang 3 arah ke Ketapang, Tumbang Titi dan Pemahan dan CUPS membiayai pembangunan kantornya. Bangunan itu dikerjakan oleh masyarakat dibawah pimpinan Pak Alponsius. Tempat Pelayanan perdana di daerah ini, diberi nama “TP Temenggung Rajuk” mengacu kepada nama tokoh adat terkemuka di daerah itu. TP ini diresmikan dengan upacara adat yang meriah dan bersama mantan wakil Bupati Ketapang Lorensiun Majun.

    Tempat Pelayanan Temenggung Rajuk ini, tataran manajemennya di pimpin oleh sdr.Yustinus, dibantu oleh Katarina Susanti yang juga merupakan putra- putri Pengatapan. Namun sekitar 5 tahun kemudian, tempat pelayanan ini dipindahkan ke pusat kecamatan di Sei Melayu setelah menimbang bahwa setelah Desa Sei Melayu berubah menjadi kota Kecamatan perkembangan kota itu sangat pesat. Saat ini Kantor Cabang CUPS di Sei Melayu sudah berdiri megah dan representatif.



    1. Belajar sepeda motor win.


    Pada akhir November 2001, Dana Pinjaman sebesar Rp 250 jt dari Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih sudah cair. Salah satu alokasinya untuk membeli 1 unit sepeda motor WIN. Sementara belum ada manajemen tetap CUPS, maka motor itu diserahkan kepada saya selaku Sekretaris Badan Pengurus sebagai kendaraan dinas. Saya yang sebelumnya, hanya menggunakan Honda Bebek Jadul C-70 untuk keperluan sehari- hari, maka sejak saat itu harus belajar menggunakan sepeda motor ber-persnelling atau istilah hari- harinya sepeda motor bergigi. Saya menggunakan sepeda motor ini hampir enam (6) bulan, sampai bulan April 2002, ketika diserahkan kepada Martinus Maren Ahen yang dipilih A.R.Mecer sebagai pelaksana harian CUPS yang kelak diharapkan menjadi staf tetap CUPS.  Mecer mengenal baik Maren ketika dia melakukan penelitian untuk bahan skripsinya, yang dilakukannya di CU Pancur Kasih Pontianak.

    Sudah merasa nyaman bepergian mengurus CUPS menggunakan sepeda motor Win, apalagi kalau harus melewati daerah sulit seperti jalan Pelang – Tumbang Titi, maka ketika saya dipercaya untuk menjadi suksesornya pak Tolopan Sihombing sebagai Ketua CUPS pada Februari 2005, saya meminjam ke CUPS untuk membeli Honda Win yang lebih banyak digunakan untuk melayani kegiatan CUPS. Begitulah, Honda win itu sudah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pelayanan saya di CUPS, sampai saya lepaskan ke pemilik baru pada Agustus 2019. Sejak saya mengidap penyakit jantung dan pasang 3 ring, isteri saya melarang saya menggunakan “sahabat saya” itu, karena untuk menghidupkannya perlu energi ekstra untuk seorang penyintas penyakit jantung, dengan cara “diterajang” dan sering juga susah hidup.

    Ketika saya harus mengikuti permintaan isteri, saya pikir orang yang paling berhak untuk menggunakan kendaraan ini adalah “aktivis CUPS”; siapa orang pertama yang merespon setelah diposting di grup WA CUPS dan tidak menanya harga, maka itulah tuan barunya. Baru lima (5) menit saya posting di Grup WA itu, sudah ada yang menanggapi, “Berikan ke aku jak pak”, katanya tanpa menawar. Artinya orang itu yakin, saya akan melepasnya dengan harga yang pantas dan terjangkau. Segera kemudian, banyak WA masuk menanyakan harganya, sampai dari Pontianakpun ada yang menawar. Tapi saya bilang,” minta maaf”, pemilik baru yang berhak mendapatkannya sudah ketemu; syaratnya adalah (hanya dinyatakan dalam hati) dia tidak boleh menawar dan dia adalah anggota CUPS. Ternyata dia adalah Nong Moses yang saat itu menjadi Sekretaris Pengawas CUPS.



    1. Staf Perdana

    Salah satu rekomendasi yang dihasilkan dari SPBP CUPS 2002 – 2004 adalah memilki staf atau pegawai sendiri, yang dibiayai dari hasil usaha CUPS, selain pindah dari Gedung Komisi PSE ke Gedung milik sendiri dan memiliki sarana prasarana sendiri.

    Sehubungan dengan ketenagaan, A.R.Mecer telah  merekomendasikan Martinus Maren Ahen, lulusan S1 Untan jurusan Pendidikan ekonomi, asal Pendaun Balai Berkuak. Nama Martinus Maren disampaikan Mecer kepada pengurus (Sihombing dan Musa), saat menghadiri RAT BK3D Tahun buku 2002 di Sekadau pada 11 Februari 2003.

    Ketika Martinus Maren datang ke Ketapang pada bulan April 2002, ia masih berkantor sementara di Gedung PSE, di Jalan RM.Sudiono bersama Diana Rini dan Siprianus Abani. Setelah pindah ke kantor sendiri di Gg.Sukajadi dalam, maka Diana Rini dan S.Abani tidak lagi menjadi pelaksana harian CUPS. 

    Pada masa transisi itu, Martinus Maren relatif bekerja sendirian, karena  pekerjaan yang semula dikerjakan oleh Diana Rini dan dibantu S.Abani pelan-pelan beralih ke tangan Martinus Maren. Oleh sebab itu dirasa perlu mencari 1 (satu) tenaga lagi. Didapat informasi ada seorang ibu berminat menjadi staf dan ia sudah bernah bekerja di Pancur Kasih tetapi berhenti karena mengikuti suami pindah ke Ketapang. Dalam rapat pengurus diputuskan Ketua pengurus akan menghubungi yang bersangkutan. Timbul persoalan bahwa keuangan CUPS belum memungkinkan untuk pengeluaran gaji, sedangkan untuk Martinus Maren pada tahap- tahap awal masih disubsisdi dari Pancur Kasih. Akhirnya muncul solusi dari Tolopan Sihombing dan Philip bahwa mereka berdua bersedia merogoh kantong pribadi untuk memberikan uang lelah buat pegawai yang akan direkrut untuk beberapa lama sampai CUPS perlahan-lahan mengambil tanggungjawab untuk itu. Kompensasi itu masih berupa honorarium, tapi syukurlan calon staf itu bersedia dan memahami kondisi keuangan lembaga. Hal itu terjadi pada bulan Mei 2002, dan staf itu adalah Mariata Yati, S. Pd, seorang sarjana Pendidikan akuntansi jebolan Untan. Pada akhir tahun 2002, direkrut lagi 2 orang tenaga baru, yaitu V.D. Erwin, S. Hut dan Ismael. Selanjutnya pada awal tahun 2003 direkrut lagi 2 staf, yaitu Yustinus dan Katarina Susanti yang kemudian ditempatkan di TP. Pengatapan. Pada bulan April 2003 atau setahun setelah bekerja sebagai calon staf CUPS, martinus Maren Ahen mengundurkan diri dan untuk menggantikan posisinya sebahai PLH bendahara diserahkan kepada Mariata Yati pada pertengahan Mei 2003.


    1. Pengalaman Melintasi Papan Sempit.

    Suatu ketika, saya harus melewati jalan yang rusak dalam sebuah perjalanan dari Ketapang menuju Tumbang Titi dalam rangka memberikan Pendidikan Dasar Credit Union. Semua orang Ketapang tahu, betapa sulitnya jalan Pelang Tumbang Titi; penuh kubangan berlumpur sampai banyak saluran air yang sudah menjadi sungai kecil yang dihubungkan dengan sekeping papan untuk dapat dilewati; belum lagi banyak “meeting” dimana kita harus bayar. Di jalan ini, kita dihadapkan pada tantangan yang tak terelakkan. Dengan sepeda motor win saya, tantangan ini tampak sederhana bagi sebagian teman yang telah berhasil melaluinya. Namun, bagi saya, berkali-kali saya mencoba, berkali-kali pula saya gagal.

    Rasa frustrasi mulai menghantui. Namun, saya tak ingin menyerah. Saya berhenti sejenak, mengamati teman-teman yang berhasil melewatinya. Saya pelajari langkah-langkah mereka, dan akhirnya saya memahami setidaknya ada dua hal penting yang mereka miliki dan lakukan:

    1. Keyakinan. Mereka percaya bahwa mereka mampu melewati papan itu. Tak ada ragu dalam gerakan mereka.

    2. Kecepatan yang tepat. Mereka tidak melaju terlalu cepat sehingga kehilangan kendali, dan tidak terlalu lambat sehingga kehilangan momentum.

    Setelah menyadari itu, saya mencoba lagi. Kali ini, saya meyakinkan diri bahwa saya bisa melakukannya. Saya mengatur kecepatan kendaraan dengan lebih hati-hati. Dan akhirnya, saya berhasil melewati papan itu sampai ke seberang tanpa jatuh. Selanjutnya tantangan ini menjadi biasa bagi saya setiap kali pulang pergi Ketapang – Tumbang Titi dalam kurun waktu 10 tahun, yakni dari 2001 – 2011, saat saya menjadi Sekretaris dan Ketua Pengurus CUPS.

    Pelajaran Hidup dari Sekeping Papan

    Pengalaman ini mengingatkan saya bahwa hidup sering kali seperti melewati papan sempit di atas parit. Tantangan datang silih berganti, dan terkadang, kita terjatuh. Namun, dua hal ini selalu menjadi kunci keberhasilan:

    1. Percaya pada diri sendiri. Keyakinan adalah pijakan pertama untuk melangkah maju. Jika kita tidak yakin pada kemampuan kita, rintangan kecil pun akan terasa mustahil.

    2. Keseimbangan dalam bertindak. Dalam hidup, kita harus tahu kapan harus melaju dan kapan harus melambat. Kecepatan yang tepat—bukan terlalu tergesa-gesa atau terlalu lamban—akan membantu kita melewati tantangan dengan selamat.

    Kegagalan bukanlah akhir, melainkan guru terbaik. Setiap kali kita jatuh, kita diberi kesempatan untuk belajar, memperbaiki, dan mencoba lagi. Sama seperti saya yang akhirnya berhasil melewati papan sempit itu, hidup pun mengajarkan bahwa keberhasilan akan datang pada mereka yang mau belajar, percaya, dan terus melangkah dengan penuh keyakinan.

    Jadi, jika Anda sedang menghadapi tantangan hidup, ingatlah papan kecil ini. Miliki keyakinan dan keseimbangan dalam melangkah. Dengan begitu, Anda akan mampu melewati rintangan apa pun yang menghadang.

    1. Produk Pinjaman Kapitalisasi yang unik dan kontroversial.


    Pada akhir tahun 2001 ketika CUPS mulai beroperasi, salah satu yang harus disiapkan adalah Menyusun Pola Kebijakan Pengurus untuk tahun buku 2002. Sebelum ini Poljak Pengurus belum pernah dibuat secara tertulis. Saat itu, tanggungjawab ini diletakkan di Pundak Musa dan Didik, yang dikerjakan setelah pulang sekolah. Pekerjaan ini dilakukan di kantor sementara di Jalan RM.Sudiono. Kami mencari dan menggunakan referensi dari 3 Credit Union, yaitu CU.Canaga Antutn, CU.Pancur Kasih dan CU.Keling Kumang dengan metode ATM : amati, tiru dan modifikasi. 

    Dalam suatu Poljak Credit Union setidaknya ada 4 bagian : 1. Syarat-syarat menjadi anggota, 2.Produk- produk Simpanan dan produk-produk pinjaman, 3. Produk-produk Non Simpan Pinjam (berupa Solidaritas Kesehatan dan kematian, Jaminan Perlindungan atas pinjaman dan simpanan dan Kiriman uang), 4.Tambahan berupa : Profil CUPS, sejarah singkat dan Filosofi Credit union (Fondasi, Nilai dan prinsip).

    Ada satu produk pinjaman yang unik dan kontroversial yang disarankan oleh Mecer dan tim untuk diadopsi saat itu; Namanya pinjaman Kapitalisasi. Produk ini lahir sebagai jawaban atas kesulitan calon anggota dan anggota yang mengatakan “Menabung adalah pekerjaan tersulit, mereka tidak punya penghasilan lebih, penghasilan hanya cukup bahkan kurang untuk kebutuhan hidup sehari-hari”. Selanjutnya,”masuk Credit Union berarti harus menabung, padahal kami tak memiliki kemampuan untuk menabung, jadi kami tidak bisa masuk Credit Union”. 

    Berikut cerita Mecer. Suatu saat mereka berkunjung ke rumah calon anggota Credit Union yang mengaku tidak mampu menabung alias merasa sangat miskin, sehingga tidak bisa masuk CU. Di rumah itu ada TV dan sepeda motor. “Dari mana bapak dapat uang untuk membeli TV ini?”. “Dengan cara kredit pak”, katanya. “Untuk membeli sepeda motor ini?” tanya Mecer lagi.” Sama pak, dengan cara kredit atau menyicil”, kata bapak itu polos.

    Dari kejadian itu dapat ditarik kesimpulan, bahwa memiliki tabungan dapat juga dilakukan dengan cara “kredit atau dicicil”, sehingga semua orang, termasuk orang miskin dapat menabung, sekaligus dapat masuk Credit Union. Kesimpulannya, semua orang termasuk orang miskin dapat menjadi kaya melalui Credit Union. Konsep pemikiran ini juga didukung oleh pemikiran Robert T. Kiyosaki dalam bukunya “Rich Dad Poor Dad” bahwa ada hutang baik dan hutang buruk; hutang yang memberikan pemasukan kepada kantong kita, disebut hutang baik dan hutang yang menguras kantong kita, disebut hutang buruk. Pinjaman yang bertujuan untuk memiliki sejumlah tabungan di CU. dengan cara kredit, disebut pinjaman kapitalisasi atau pinjaman progresif dan itu tergolong hutang baik.

    Melalui ide brilian berupa pinjaman kapitalisasi ini, hanya dengan berkomitmen bersama, sebuah Lembaga Credit Union dapat memilki asset dengan segera sesuai kesepakatan. Itulah Gerakan yang dilakukan oleh Credit Union ala Kalimantan yang dimotori oleh BKCUK ala Kalimantan sehingga menyebar hampir ke seluruh Indonesia. Bayangkan, ketika rapat pendana pendirian sebuah Credit Union hadir 100 orang calon anggota. Ketika mereka berkomitmen memiliki tabungan atau simpanan masing- masing  Rp 10.000.000 dan dicicil dengan jangka waktu 5 tahun, maka saat itu juga Credit Union yang baru lahir itu sudah memiliki anggota 100 orang dengan asset Rp 1 M. Bila pola yang sama dilakukan setiap bulan untuk wilayah pengembangan, maka dalam 1 tahun CU yang baru lahir itu dalam 1 tahun akan memiliki anggota 1200 orang dan aset Rp 12 M. Luar biasa. Nah, katakanlah 20% nya gagal, maka setidaknya dalam 1 tahun perkembangan anggota dan aset setidaknya 960 orang dan Rp 9,6 M, sehingga mampu menggaji setidaknya sekitar 7 pegawai. Luar biasa!

    Sempat terjadi salah faham. 

    Pada akhir tahun 2001 Mecer berpesan melalui Ketua Pengurus,Tolopan Sihombing untuk membukukan pinjaman Kapitalisasinya an. A.R.Mecer di CUPS sebesar Rp 20 jt sebelum akhir tahun. Pesan itu lalu diteruskan Tolopan Sihombing kepada Diana Rini sebagai Pelaksana Harian Bendahara atau bagian keuangan CUPS. Ketika kemudian Mecer datang ke Kantor CUPS pada bulan Januari 2002 ia minta buku keanggotaannya untuk melakukan pembayaran pinjaman kapitalisasinya yang diminta untuk dibukukan pada bulan Desember 2001. Ditanya seperti itu, Diana Rini bingung dan mengaku ia belum membukukan apapun. Mecer Nampak sangat kecewa, Sihombing yang juga ada disitu nampak kesal dengan Rini yang dianggap mengabaikan pesannya. “Bagaimana aku mau membukukannya, uang sepeserpun tidak ada masuk untuk transaksi”, kata Rini membela diri dan merasa tertekan. Diana Rini tamatan D3 Akuntansi, ia mengaku transaksi fiktif seperti itu tidak pernah ditemukannya selama di bangku kuliah. Itulah pengalaman nyata, tentang kontrovesinya produk pinjaman Kapitalisasi. Selama belum terjadi transaksi pembayaran pinjaman, memang produk ini ber-aroma fiktif, tetapi setelah melakukan komitmen pembayaran, maka pinjaman dan simpanannya perlahan-lahan menjadi nyata; bila yang bersangkutan tidak melanjutkan dengan pembayaran pinjaman, sekalipun sudah di-ingatkan maka pinjaman itu dibatalkan. Hal itu pernah terjadi dengan anggota CUPS di Nanga Tayap. Setelah Pendidikan Dasar di Gedung Pancasila Nanga Tayap pada bulan Juni 2002 dimana saya sendiri sebagai salah satu fasilitator, seorang ibu muda menyatakan bergabung dengan melakukan pinjaman kapitalisasi sebesar Rp 5 jt. Bulan berikutnya petugas CUPS datang ke rumahnya untuk mengambil setoran, tetapi ibu itu berkata belum ada uang, bulan kedua begitu juga. Bulan ketiga,” kalau dia tidak bayar juga bulan ini, kita batalkan saja pinjamannya”, kata staf penagih kepada rekannya. Sesampai di rumah yang bersangkutan, mereka disambut dengan muka masam, lalu meluncur kata-kata ini dari mulutnya,” Ngapa bah kalian nagih aku, nagih orang tak berutang”, katanya ketus.



    1. Permintaan Pak Pendeta ke Singkup.


    Pada awal 2006, Pdt.Kasmari Damanik datang ke kantor CUPS dan bertemu dengan saya. Dia minta agar agar CUPS masuk ke wilayah pelayanannya di SP 5 Singkup dan sekitarnya. Saya bilang, “kami belum ada program pengembangan ke wilayah Singkup, karena tempat itu relatif jauh dan memerlukan biaya operasional yang cukup tinggi”. Tapi saya katakan bahwa permintaan pak Pendeta akan kami bicarakan dan pertimbangkan dalam rapat pengurus dalam waktu dekat. Dalam rapat pengurus kemudian diputuskan bahwa setuju akan dibuka tempat pelayanan di Singkup, Marau dan Nanga Tayap dalam tahun 2006 atau tahun berikutnya.

    Tiga bulan kemudian, Pdt.Kasmari Damanik datang lagi dan mendesak CUPS buka tempat pelayanan di Singkup, kalau bisa di SP 5. “Pak Musa, saya sebagai Pendeta bertugas dan bertanggungjawab dalam pelayanan iman jemaat; tetapi pelayanan iman tanpa pelayanan sosial ekonomi terasa tidak lengkap, bahkan timpang; untuk itu maka CUPS harus hadir”, katanya memelas. Mendengar permintaannya itu, hati saya jadi luluh, apalagi Pdt.Kasmari Damanik adalah mantan murid saya waktu di SMA Antiokhia; maka “patutlah saya mendukungnya” kata bathin saya.

    Alhasil pada liburan sekolah tahun 2006, saya bersama Martinus, yang dikemudian hari menjadi manager CUPS, berangkat menuju Singkup dan akan dilanjutkan membuka wilayah pengembangan ke Nanga Tayap. Kami belum pernah ke Singkup, tetapi dengan berbekal denah dari Pak Bonifasius yang tinggal di SP 7 dan menjadi kontak person kita di sana, kami percaya diri akan sampai. Kami menggunakan Honda win milik Martinus dan dia adalah “driver” yang handal bila dibandingkan dengan saya. Kami berangkat jam 14.00 WIB karena saya harus selesai tugas mengajar lebih dulu. 

    Jalan ke Singkup lumayan sulit. Dari Sei Gantang kita terus ke Kelampai dan menyeberang menggunakan klotok. Sesampai di Simpang 3 jurusan Ketapang, Marau dan Singkup kami harus mencermati denah yang diberikan pak Bonifasius dan hari sudah mulai gelap. Dalam denah tidak jauh dari situ kami harus belok kiri, setelah itu belok kiri lagi dan tidak lama akan sampai di SP 7 tempat Pak Bonifasius. Namun setelah terus berjalan, kami tidak menemukan petunjuk yang dimaksud, ternyata kami sudah tersesat di areal perkebunan sawit. Saya bilang pak Martinus agar berbalik kembali, tetapi kami sudah tidak tahu lagi jalan Kembali karena hari sudah malam. Sudah hampir 1 jam kami bolak- balik mencari jalan keluar, untunglah kemudian kami menjumpai pedahasan orang Dayak dimana mereka memelihara banyak babi. Kami merasa lega dan langsung bertanya dimana jalan menuju SP 7, karena setelah SP7 lalu SP6 dan baru SP5 yang merupakan tujuan kami. Ternyata kami sudah jauh dari arah SP7, lalu mereka menunjukkan jalan untuk lewat SP8, baru ke SP 7. Melalui jalan yang banyak lumpur di malam hari dengan lampu motor win yang redup akhirnya kami sampai di SP7. Saya mengajak pak Martinus untuk singgah dulu ditempat pak Boni untuk minta petunjuk jalan berikutnya. Eh, ternyata pak Boni dan keluarga tidak ada di tempat; rumahnya kosong. Waduh! Akhirnya kami bertanya ke penduduk menanyakan jalan ke arah SP6 dan selanjutnya SP5. Dengan tertatih-tatih karena jalan juga jelek akhirnya kami sampai di SP5. Waktu sudah menunjukkan hampir jam 9 malam. Kami bertanya kepada orang pertama yang kami temui, tentang alamat rumah Pdt.Kasmari Damanik dan akhirnya sampai juga. Namun pak Pendeta tak ada, bahkan sejak senja hari sudah pergi mencari berita keberadaan kami, sebab saat ditelpon ke kantor CUPS di Ketapang, mereka katakan kami sudah berangkat. Tapi syukurlah, akhirnya kami bertemu di rumahnya.

    Keesokan harinya, Pendidikan Dasar Credit Union berdurasi 1 hari setengah yang difasilitasi saya dan Martinus di-ikuti lebih dari 70 orang peserta,3 ruang kelas SDN SP5 Singkup harus dibuka. Mereka begitu antusias, anggota jema’at yang belum punya uang untuk pendaftaran saat itu ditalangi dulu oleh pak Pendeta. Pada akhir kegiatan 90% peserta bergabung menjadi anggota CUPS, sedangkan yang belum bisa bergabung umumnya karena biayanya belum cukup, berjanji akan bergabung pada bulan berikutnya. Saya sangat mengapresiasi usaha pak Pendeta yang luar biasa. Selesai kegiatan Pendidikan, kami mencari rumah kontrakan untuk tempat pelayanan CUPS sementara di wilayah Singkup. Akhirnya kami memutuskan untuk menyewa sebuah ruko di pasar SP5. Beberapa minggu kemudian ada 2 staf yang baru diangkat ditempatkan di Singkup, yaitu Yustus Abi di SP 5 Singkup dan Bambang WS ditempatkan di Air Upas yang juga baru dibuka tempat pelayanannya. Beberapa waktu kemudian, CUPS membeli tanah dari Ibu Ayang di depan rumah kontrakan pertama yang kemudian menjadi kantor CUPS TP Singkup.

    Setelah selesai kegiatan di Singkup saya dan pak Martinus melanjutkan perjalanan menuju Nanga Tayap dimana kita dibantu oleh Gabriel Iden, seorang PNS Kesehatan di Puskesmas Nanga Tayap. Perjalanan dari Singkup ke Jalan poros Air Upas – Marau, kami diantar oleh pak Bonifasius agar tidak tersesat lagi. Namun, keluar dari kota Marau sudah mulai malam dan ketika sampai di Penyiuran, yang seharusnya lurus saja menuju Riam Kusik , tetapi kami belok kanan menuju arah Batu Perak. Jam 8 malam kami sadar bahwa kami tersesat lagi dan sampai di Riam Kota. Saya mengajak Martinus agar bermalam saja di situ, karena saya ada teman guru bernama Freddy Tangel, Kepala Sekolah di SMPN Riam. Namun Martinus mengusulkan agar kami mengejar bermalam di Kantor CUPS di Tumbang Titi dan tiba sekitar jam 10 malam.

    Keesokan harinya kami sampai di Nanga Tayap sudah agak sore dan malamnya kami sosialisasi CUPS di Desa Engkadin. Hari berikutnya kami Pendidikan Dasar di Riam Batu dan Kampung Sebuak, dipandu oleh Bapak Gabriel Iden. Di kampung Riam Batu belum ada yang langsung bergabung pada waktu itu, tetapi mereka minta kami datang lagi minggu berikutnya, untuk mengambil setoran yang masuk baru. Namun, seminggu kemudian ketika petugas CUPS datang, tidak ada satu orang pun yang bergabung padahal nama- nama mereka sudah dicatat. Mereka menyatakan “kami sudah masuk CU”. Usut punya usut, beberapa hari setelah diberikan Pendidikan Dasar di kampung itu oleh kami, ternyata ada petugas dari CU. Semandang Jaya datang dan mereka yang sudah berjanji mau bergabung dengan CUPS semua masuk ke CU. Semandang Jaya. Mungkinkan mereka tidak bisa membedakan antara CU Pancur Solidaritas dan CU. Semandang Jaya?

     

    1. Exposure (studi banding) ke Bangkok, Thailand.



    Pada tahun 2009, ada program kegiatan Sudi Banding (Comparative Study) ke Bangkok, Thailand untuk 10 Credit Union dari BKCU Kalimantan, salah satunya adalah dari CU Pancur Solidaritas. Sebenarnya dari CU Pancur Solidaritas ada 2 orang yang diikutsertakan dalam program ini, yaitu Ketua Pengurus dan Manager atau Redemptus Musa dan Mariata Yati. Namun karena Ibu Yati lagi hamil muda, maka tidak bisa berangkat. Kegiatan berlangsung dari tanggal 10 – 15 Januari 2009.

        Kami berangkat dari Pontianak menggunakan pesawat Garuda, kemudian dilanjutkan dengan pesawat Thai Airways air bus TG 434 Q dari Jakarta menuju Bangkok yang ditempuh selama 3 jam 20 menit. Kami mendarat di bandara Suvarna bhumi, Bangkok sudah mulai senja, yang disambut oleh CEO ACCU, Ranjit Hieteracchi dan langsung diajak makan malam di rumah makan tradisional di Bangkok, sebelum akhirnya menginap di Dinasty Hotel. 

    Hari pertama,11 Januari 2009 ada 3 agenda: 1. Orientasi Program oleh CEO ACCU, Ranjit Hieteracchi di lantai 15 Hotel tempat kami menginap; 2. Mengunjung Kompleks Kantor Perdana Menteri Thailand, di sekitar Patung Raja Rama V; 3. Berwisata ke The Emeral Buddha Temple di Royal Palace dan Sannanm Luang area serta senja hari Kembali ke hotel.

    Haria kedua, 12 Januari 2009 ada 3 agenda :1. Mengunjungi The Credit Union League of Thailand (CU.LT) dan bertemu dengan Mr. Verayut Ruchirek dan Mrs.Kruewan (Para mentor CU dari Thailand); 2. Makan siang di Krua Tee Song restaurant; 3. Mengunjungi Soon Klang Thewa Credit Union yang didirikan oleh seorang Pastor Katolik; 4. Mengunjungi Suan Lum Night Bazaar untuk membeli souvenir khas Thailand dan pulang ke hotel serta makan malam bebas mencari di sekitar hotel.

    Hari ketiga, 13 Januari 2009 ada 3 agenda juga: 1. Mengunjungi The Federation of Saving & Credit Cooperative of Thailand, dengan model bangunan yang mewah dan modern; 2. Mengunjungi Thammasart University Saving & Credit Coop, dengan keajaiban bangunan di bawah air; 3 Kembali ke hotel dan makan sendiri- sendiri.

    Hari keempat, 14 Januari 2009 dengan 2 agenda: 1. Mengunjungi Klongchan Credit Union, yang merupakan CU. Laboratorium ACCU (tetapi sekarang sudah kolaps); 2. Makan siang Perpisahan di Restoran Tradisional Bangkok dan 3. Kembali ke hotel dengan acara bebas serta makan malam sendiri-sendiri.

    Hari kelima,15 Januari 2009 :

    Pagi- pagi dengan diantar dengan bis dan pulang ke Jakarta menggunakan pesawat Thai airways Naik Thai Airways: TG 433 Q dan selanjutnya dari Jakarta ke Pontianak naik garuda kembali.

    Pengalaman mengikuti event internasional yang lain selama menjadi pengurus CUPS antara lain adalah tahun 2007 bersama manager ibu Mariata Yati menghadiri Asia Forum ACCU di Bali dan pada tahun 2012 mengikuti kegiatan Asia Forum ACCU di Manila, Philipina.



    1. PK: Pelayanan sepanjang hari.

    Pada tahap- tahap awal berdirinya CUPS, dimana staf pelayanan masih terbatas, kita menggunakan para relawan yang disebut “Kelompok Inti” dan “Pangkalan Kolektor”. Bedanya anggota kelompok inti bertugas membantu mengorganisir pertemuan Credit Union di daerahnya, misalnya Sosialisasi CU, Pendidikan Dasar atau pertemuan penguatan atau penyegaran, sedangkan Pangkalan Kolektor adalah mereka yang membantu staf CUPS untuk mengumpulkan setoran anggota di wilayahnya, untuk kemudian disetor ke Kantor Pelayanan terdekat.

    Salah satu staf CUPS yang berangkat dari Pangkalan Kolektor adalah Pak Ridwan yang kini menjadi General Manager (GM) CUPS. Saat itu sekitar tahun 2003-2004, saya sempat menginap dirumah dinas mereka di Natai Panjang (isteri pak Ridwan adalah PNS perawat). Pak Ridwan saat itu menekuni usaha ternak ayam. Sebagai PK ia menerima setoran anggota di sekitar wilayah Natai Panjang dan sekitarnya. Hal yang unik adalah para anggota CUPS tidak menyetor kewajibannya ke PK pada waktu jam kerja seperti lazimnya. “Mereka menyetor pagi-pagi sambil berangkat noreh getah atau sore-sore setelah pulang dari ladang atau bahkan malam hari”, kata pak Ridwan waktu itu. Itulah dinamika pelayanan keuangan Credit Union saat itu, yang kalau tidak telaten, banyak yang mengundurkan diri. Bagi mereka yang bekerja sepenuh hati, bahkan kemudian diangkat menjadi staf seperti pak Ridwan ini, termasuk pak Azis di Sei Melayu.


    1. Usaha Pencucian Motor “Berkat CUPS” di Kanalisasi.


    Pada awal tahun 2000an bahkan sampai kini, siapa yang tidak kenal tempat pencucian motor “Berkat CUPS”. Usaha pencucian motor milik seorang guru asal NTT, bernama Antonius Gawa yang terletak di Desa Kanalisasi; isterinya berasal dari Desa Pengancing, Tumbang Titi.

    Ketika ditanya mengapa Namanya “Berkat CUPS?”, Anton Gawa menjelaskan bahwa itu merupakan ungkapan terima kasih sekaligus rasa syukur kepada Lembaga keuangan CUPS Ketapang, yang memberi modal usaha pencucian sepeda motor kepadanya. Berkat pinjaman usaha produktif yang diberikan oleh CUPS, ia dan keluarga memilki sumber pendapatan lain, selain sebagai guru; apalagi di tempat pencucian motor itu, ia juga buka usaha warung kopi dan cemilan yang dikelola oleh isterinya.

    Ketika pulang dari wilayah Tumbang Titi, dengan motor yang penuh lumpur banyak orang singgah di tempat pencucian Berkat CUPS ini, apalagi bagi anggota CUPS yang tentunya merasa ada hubungan emosional sebagai sesama anggota CUPS. Biasanya ada 2 orang anak buahnya yang melakukan pencucian motor, tetapi tidak jarang pak Anton juga langsung turun tangan. “Yah, hitung- hitung usaha ini juga memberikan lapangan kerja bagi mereka yang memerlukan”, kata pak Anton Gawa suatu ketika. Apalagi pak Anton dan isteri adalah sosok pribadi yang ramah, sehingga orang rela antri untuk mencuci motor di sini, termasuk saya hampir selalu cuci motor di sini saat itu.


    1. “Ciri-ciri manusia sukses”


    Saat memberikan Pendidikan Credit Union, kami juga memberikan materi motivasi kepada para peserta agar mereka bersemangat dalam menjalani pergumulan hidup dengan menggunakan CUPS sebagai alat untuk meningkatkan harkat dan martabat diri. Salah satu contoh materi penguatan anggota adalah mengenal ciri- ciri manusia sukses sebagai berikut :


    1.SELALU PERCAYA DIRI (PD) DAN MERASA BAHWA MEREKA BERBUAT SESUATU UNTUK DUNIA

    Mereka memandang sebuah dunia yang besar dan ingin memainkan peranan penting di dalamnya. Mereka tetap bekerja sesuai ketrampilan mereka, sambil menyadari bahwa ketrampilan inti memberi nilai kepada ketrampilan lainnya. Mereka juga sadar, karya terbaik akan menghasilkan kompensasi bagi mereka.


    2.BERANI DAN MAU MENGAMBIL RESIKO

    Mereka berupaya untuk mencapai target, melakukan penghematan, membangun relasi dengan banyak orang dan gesit mencoba sesuatu yang baru untuk mengikuti perkembangan zaman. Apapun akan dilakukan oleh mereka untuk mencapai sukses, sepanjang jalan yang dilewatinya positif.


    3.MAMPU MENIKMATI APA YANG MEREKA KERJAKAN

    Mereka selalu melihat pekerjaan sebagai hobi atau kesenangan. Mereka juga memilih pekerjaan yang dapat melecut semangat juang mereka, karena ORANG SUKSES MENYUKAI TANTANGAN. Mereka sangat menikmati proses pencapaian kesuksesan mereka dimanapun mereka berada.


    4.ORANG YANG TAK PERNAH BERHENTI BELAJAR

    Mereka sangat menyadari bahwa ilmu pengetahuan tidak pernah berakhir, sekalipun kehidupan nyaris berakhir. Ilmu pengetahuan bisa didapat dari buku-buku pengetahuan, surat kabar, majalah, televisi, internet dan lain-lain. Jangan khawatir, di zaman teknologi informasi dewasa ini, anda tidak akan kekuarngan media untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Ingat, dengan pengetahuan yang cukup, anda akan semakin percaya diri dan leluasa melangkah di dunia kerja,


    5.SELALU BERPANDANGAN POSITIF TERHADAP APA YANG DAPAT MEREKA KERJAKAN

    Mereka mampu menyemangati diri sendiri untuk berhasil meraih sukses, karena umumnya orang sukses punya cara tersendiri untuk memotivasi diri hingga mereka dapat terus berkarya. Hebatnya, merekapun mampu menyemangati orang lain untuk mencapai sukses yang diinginkan.


    6.TIDAK PERNAH SETENGAH- SETENGAH DALAM BEKERJA

    Mereka memiliki semangat yang membara dan kekuatan yang penuh untuk mencapai kesuksesan. Mereka pandai memanfaatkan waktu dengan baik dalam kemampuan fisik dan mental untuk mencapai sukses.



    1. Terjatuh tapi tak sampai tergeletak.


    Dalam perjalanan membesarkan CUPS banyak tantangan yang telah dialami oleh para aktivis CUPS, termasuk saya. Dalam kurun waktu 10 tahun sejak menjadi sekretaris sd. menjadi Ketua Pengurus (2001 – 2011), tak terhitung tantangan yang dihadapi, berikut beberapa kecelakaan sepeda motor yang pernah saya alami, tetapi Puji Tuhan tidak ada yang bersifat fatal, sejalan dengan firman Tuhan dalam Mazmur 37:24,”Walaupun engkau jatuh, tetapi tidak sampai tergeletak”.

    1. Jatuh di dekat Kecurap : Keseleo tangan.

    Suatu waktu saya melakukan supervisi ke  beberapa TP sebagai pengurus yang berawal dari TP.Singkup, lalu ke Air Upas dan berakhir di Marau. Saat itu wilayah manis mata masih dilayani dari Air Upas. Ketika pulang ke Ketapang masih memerlukan untuk singgah di TP. Nanga Tayap, karena ada renovasi kecil TP Nanga Tayap (Sebelum kantor yang sekarang dibangun). 

    Sekitar jam 4 sore saya meninggalkan Nanga Tayap. Jalan antara Sumber Priangan sampai manjau saat itu sudah diaspal mulus, sehingga menjelang memasuki arah Kecurap motor win saya naikkan gasnya dengan kecepatan 80 km/jam. Dari jauh semua tampak datar dan baik-baik saja, tetapi pada suatu tempat ternyata ada cekung cukup dalam dan saya tidak sempat mengerem. Alhasil motor win saya sempat berputar di udara sebelum jatuh ke tanah di badan jalan dan motor itu terlepas dari pegangan saya dan saya terlempar ke tepi jalan. Puji Tuhan saya tidak tertimpa motor. Belum sadar benar dengan apa yang terjadi ada mobil dum truck lewat dengan kecepat tinggi membuat saya harus dengan sekuat tenaga menarik motor yang berada di tengah jalan agar tidak terlindas.

    Beberapa saat kemudian, saya mencoba berdiri dan puji Tuhan, saya merasa baik- baik saja. Saya angkat sepeda motor saya dengan susah payah; ternyata shock breaker nya agak peot dan lampunya penyok dan mengarah ke atas. Saya usahakan agar bisa kembali ke posisi seharusnya, tetapi tidak berhasil. Saya hidupkan mesin, puji Tuhan hidup dan bola lampu juga masih hidup tetapi memancar vertika ke atas. Saya mulai berjalan perlahan dalam kondisi motor yang sudah tidak normal. “Nanti coba diperbaiki di bengkel di Siduk”, pikir saya. Sampai di Siduk sudah jam 7 malam dan ternyata bengkel yang saya mau datangi sudah tutup karena listrik PLN padam. Saya pikir,”ya sudah, jalan saja pelan-pelan yang penting sampai” kata hati saya, walau dengan lampu motor memancar ke atas, lucu dan agak malu rasanya bila berpapasan dengan orang.

    Ketika mendekati tugu Simpang 3 Siduk, saya melihat sebuah sepeda motor dari arah Sukadana menuju arah Ketapang bergerak dengan kecepat sedang dan stabil, tetapi lampunya terang. “Lha, ikuti lampu itu”, kata hati saya. Dan benar, saya terus mengikuti motor itu hingga sampai menuju kota Ketapang. Anehnya, ketika sampai kompleks Makam Pahlawan Sukaharja, saya tiba-tiba kehilangan lampu terang dari motor di di depan saya. Ketika saya mencoba untuk mencari, tetapi tidak terdeteksi lagi sebab ada bebrapa motor lain yang saling berpapasan. Dalam perjalanan dari daerah Sukaharja menuju rumah saya merenung, ”Tuhan telah mengirim orang untuk menuntun perjalanan saya pulang, Terima kasih Tuhan”. Memang setiap kali saya bepergian, saya selalu memulai dengan do’a, agar Tuhan Yesus berkenan bersama saya selama dalam perjalan, menuntun langkah saya agar sesuai kehendaknya. Walaupun demikian, setelah saya sampai di rumah baru terasa, bahwa jari tangan kanan saya ternyata terkeseleo, semalaman terasa perih. Syukurlah setelah diurut beberapa kali, akhirnya pulih.


    1. Jatuh terguling di turunan Beringin.

    Pada tahun 2007, saya memberikan Pendidikan Dasar di Desa Beringin, Pesaguan Hulu. Kami pergi ke Beringin bersama Tim dari Tumbang Titi, pakai 2 sepeda motor. Jelani dan 1 staf dari Tumbang Titi pakai sepeda motor bebek dan saya pakai sepeda motor win. Dari Tumbang Titi, Serengkah sampai Batu Bulan jalan relatif bagus.

    Begitu keluar dari Batu Bulan jalan tanah dan berbukit- bukit, di beberapa bagian becek dan licin bila hari hujan. Saya lihat Jelani dengan tenang mengendarai sepeda motornya, dengan membonceng seorang temannya; saya yang mengikutinya dari belakang agak kewalahan karena saya merasa “sawan” melewati tanjakan dan turunan yang jalannya banyak saluran air hujan, sehingga bila salah pilih bisa tergelincir dan terjatuh atau terguling. Nah, ketika sampai di jalan turunan sebelum kampung Beringin dimana dibawahnya ada jembatan kecil, ban depan motor saya tergelincir, akibatnya motor saya terguling ke bawah disusul tubuh saya, nyaris sampai ke jembatan kecil itu. Saya mencari Jelani dan temannya untuk minta tolong, ternyata mereka sudah sampai di tepi Sungai Pesaguan yang jembatannya sudah hanyut terbawa arus sungai Pesaguan pada musim banjir sebelumnya, sehingga mereka tidak terlihat oleh saya. Tapi syukurlah, saya tidak apa-apa, cuma tergores sedikit dan honda win saya juga tidak sampai rusak. Sepeda motor kami tinggalkan diseberang sungai dan kami berangkat menuju kampung Beringin menggunakan “jembatan pohon” yang dibuat oleh masyarakat. Inilah pengalaman pertama saya, menyeberangi sungai yang relatif besar melalui pohon di seberang yang dihubungkan ke pohon lain di seberang yang berlawanan. Kami menuju ke SDN Beringin dimana pak Boren sudah menyiapkan tempat untuk kegiatan pendidikan Dasar, sekaligus tempat kami menginap.


    1. Jatuh di Padang 12 : Lutut bengkak


    Pada bulan Januari 2013, saya dijadualkan untuk menghadiri dan memberikan penguatan pada acara Pra RAT TP Kendawangan di Sungai Gantang, saat itu saya sebagai Ketua Pengawas. Satu hari sebelum Pra RAT saya berangkat ke Sungai Gantang sekitar jam 2 sore, setelah pulang dari sekolah. Saya berangkat dari Ketapang dengan menggunakan sepeda motor win melewati jalan- jalan yang aspalnya sudah banyak lobang disana sini.

    Ketika masuk ke arah di Tanjung Batu, jalan aspalnya mulus maka kecepatan sepeda motor saya ditambah secara signifikan atau dengan kecepatan sekitar 80 km/jam, namun menjelang masuk ke padang 12 jalan aspalnya putus; saya memilih berjalan di pinggir dan ketika saya mau naik ke jalan aspal lagi, ban depan sepeda motor saya gagal naik beram jalan dan saya terjatuh dengan lutut kanan terhempas di aspal, tetapi sepeda motor saya terlempar ke tengah jalan. Pada saat bersamaan, ada mobil mau lewat ke arah Kendawangan dan saya tertatih-tatih menarik kendaraan saya ketepi jalan.

    Saya istirahat sejenak di tepi jalan, rasanya baik- baik saja. Namun setelah berjalan sekitar 200an meter, saya merasa lutut saya perih. Ketika sampai di Dusun Pagar Mentimun saya memutuskan untuk istirahat dan singgah di sebuah warung. Saat saya pesan minum, seorang pelayan perempuan bertanya kepada saya, ” sekarang jam berapa ya pak?”. Saya sibak jaket di tangan kiri saya dimana ada jam tangan. Eh, ternyata jam tangan saya tidak ada, nampaknya terjatuh saat saya terjatuh di jalan tadi. Sesaat kemudian ketika saya mau menjawab pertanyaan perempuan tadi, ternyata dia sudah tidak nampak. Mungkinkah ia sudah masuk ke dalam saat saya tengah sibuk mencari jam saya atau itu adalah “orang kebenaran” dari Padang 12 yang ingin memberitahu saya bahwa jam saya terjatuh di jalan …?

    Dari Dusun Pagar Mentimun saya langsung berangkat menuju ke Sei Gantang dan soal jam tangan yang hilang saya putuskan akan dicari ketika pulang keesokan hari. Sesampai di Kantor CUPS Sei Gantang yang sekaligus tempat menginap para staf CUPS, mereka kaget melihat lutut saya mulai bengkak, Lalu Kornelius Norman, Koordinator TP Sei gantang sibuk mencari obat gosok, juga sempat diobati oleh tetua adat dari kampung Silingan dengan cara “ditawar/dimantera”. Ketika kegiatan Pra RAT saya terpaksa berjalan dengan berjingkat-jingkat dan ketika pulang, honda win saya langsung dipasang persneling 3, karena saya tidak mampu melakukan ganti gigi motor selama di perjalanan. Ketika lewat tempat saya jatuh pada hari sebelumnya, saya sempat berhenti mengamati barangkali jam tangan saya masih ada, tanpa mematikan mesin. Namun barang yang dicari tidak ditemukan. Saya bersyukur bahwa saya masih bisa pulang tanpa merepotkan orang lain. ***



    1. Nasib malang di jalan Pelang.


    Suatu ketika saya sebagai Ketua Pengurus dan Mariata Yati sebagai manager CUPS memberikan Pendidikan Dasar di Kantor TP Temenggung Rajuk di Pengatapan. Banyak peserta hadir dan kegiatan Pendidikan yang berlangasung pada hari Sabtu dan minggu itu berjalan lancar. Jam 14.00 WIB kegiatan selesai. Kami meninggalkan Desa Pengatapan sekitar jam 15.00 WIB.

    Sesampai di Sungai Melayu kami singgah untuk istirahat minum. Ketika mau pulang ibu Yati melihat ada bunga berduri yang nampak indah. Ia minta bagi bunga itu kepada pemiliknya, setidaknya untuk bibit. Setelah sekitar 2 km dari Sungai Miang honda win kami bocor, saya tidak membawa pompa atau alat penambal ban. Setelah berjalan sekitar 1 km sambil mendorong motor, ada orang lewat bawa keranjang. Setelah berdiskusi dan minta pendapat bu Yati, bisa tidak dia numpang motor pembawa keranjang itu sampai ke tempat dimana ada tukang tambal ban terdekat dan saya menyusul dari belakang dengan motor dipaksa dinaiki walaupun bannya bocor. Orang itu bersedia, tetapi setelah mereka berangkat saya cemas, mengapa berani menitipkan seorang perempuan kepada orang yang tidak dikenal. Dia isteri orang…, “mati aku” jerit hati saya. Tapi syukurlah ternyata ibu Yati dititipkan dengan selamat di suatu warung yang katanya bisa menambal ban, tetapi yang bersangkut lagi pergi. Tempat itu adalah area Kepuluk. Mereka menjamin bahwa paling setengah jam sudah Kembali. Tetapi ternyata kami harus menunggu hampir 2 jam, baru ban ditambal. Hari sudah mulai malam. Sebelum meneruskan perjalanan kami singgah untuk makan malam di situ.

    Setelah berjalan kurang lebih 5 km, ban sepeda motor itu bocor lagi, mungkin kualitas penambalannya kurang bagus. Kami berjalan kaki lagi sambil menggiring motor dengan diterangi lampu motor win. Kata bu Yati,”Ini salah saya. Kata orang tidak boleh membawa tanaman berduri di perjalanan. Resikonya ban bocor”. “Entahlah”, kata saya. “Mungkin juga benar. Ini pengalaman pahit dan berharga”. Jam 8 malam kami sampai di tempat pak Kacong dan menambal ban di sana.

    Baru sekitar 1 km berjalan, saya salah ambil jalan dalam cahaya lampu honda win yang cenderung redup dan terjebak dalam kubangan lumpur yang dalam. Lama baru kami dapat keluar dari kubangan lumpur dan kemudian berusaha mengangkat sepeda motor. Dengan susah payah dan sekuat tenaga, akhirnya honda win ku berhasil ditarik dari lumpur itu. Rasanya nyaris sudah kehabisan tenaga.

    Setelah sepeda motor berhasil ditarik ke tempat yang kering, masalah ternyata tidak berhenti sampai disitu. Ternyata honda win itu tidak bisa menyala, setelah mandi dalam kubangan lumpur. Dibersihkan mesin dan businya, sudah capek “nerajang” nya, tidak juga bisa hidup. Diganti businya, walaupun bukan baru (karena tidak berbekal yang baru), tetap tidak bisa hidup. Keadaan menjadi semakin sulit karena kami tidak ada bawa lampu senter sedangkan lampu sepeda motor tidak bisa dinyalakan; untung masih ada sedikit cahaya bulan dan juga di jalan Pelang itu sebentar- sebentar ada orang lewat dari 2 arah; dari kejauhan nyala lampu kendaraannya kelihatan.

    Setelah nyaris putus asa dan lelah, kita tinggal menanti keajaiban. Setiap orang yang lewat dimintai tolong, tetapi banyak yang tidak bisa membantu dengan berbagai alasan. Akhirnya ada 2 pemuda yang lewat dari arah Ketapang menuju Tumbang Titi, “ada masalah apa pak, bu?” sapanya. Mereka berdua dengan penerangan lampu sepeda motornya, “men-service” motor kami dan mengganti businya, akhirnya motor honda win itu menyala normal. Puji Tuhan! Ia mengirimkan orang baik. Mau saya bayar, mereka tidak bersedia. Sekitar jam 9 malam kami berhasil meninggalkan tempat itu dan tiba dengan selamat di Ketapang***


    1. Nyaringnya bunyi “Chain Saw” di malam hari.

    Sekitar pertengahan tahun 2007, saya dan bu Yati melakukan supervisi ke Pra TP Air Upas. Saat itu Desa Air Upas baru saja dinaikkan statusnya menjadi kota kecamatan, tetapi masih “Kota Kecamatan rasa Desa”. Saat itu belum ada rumah makan, warung mie, bakso dan lain-lain, sehingga untuk makan minum harus dilakukan sendiri di kantor kontrakan CUPS yang sederhana dan bahkan kurang layak. Di kantor itu ada Bambang WS sebagai Penanggungjawab, Antonius Tegaso dan 4 staf magang. Total kalau semua di kantor ada 6 orang, namun para staf magang tidak wajib tidur di kantor saat mereka berada di lapangan untuk melakukan rekrutmen anggota baru. Lamanya masa magang adalah 3 bulan dan selama 3 bulan itu mereka ditarget mampu merekrut minimal 100 anggota baru: caranya mereka mengorganisir pertemuan di kampung-kampung, sedangkan untuk memberikan Pendidikan (sosialisasi, Pendidikan Dasar Plus), fasilitatornya adalah para pengurus, pengawas atau jajaran manajemen level atas. Mereka dapat lulus menjadi staf, apabila mereka berhasil merekrut anggota dengan persentase minimal yang telah ditetapkan.

    Saat itu, Air Upas lagi musim kemarau. Jadi untuk urusan mandi kami harus mandi ke sungai kecil di arah ke Manis mata, dimana airnya cetek, keruh dan banyak orang. Malamnya, kami makan bersama di kantor kontrakan dengan juru masak keroyokan dan heboh. Saat menikmati hidangan malam, tercium juga bau “wewangian” yang menusuk hidung berasal dari Closed yang sudah bolong, mengakibatkan selera makan menurun. Tapi ya, dinikmati saja. Malamnya, kami tidur “belampar” di ruang pelayanan yang meja kursinya sudah disingkirkan, beralaskan tikar dan bantal seadanya bahkan dengan handuk atau tas. Bu Yati adalah satu-satunya perempuan di ruangan itu. “Wah, aku dimana?” kata bu Yati. Sambil bergurau bu Yati bilang,”aku mau di tepi dekat Jelani jak”, disambut ngakak oleh yang lain. Jelani memang dikenal sebagai orang yang “tak tertarik” dengan perempuan. Tidak lama kemudian terdengar suara “chainsaw” yang kuat bersahut- sahutan, aku jadi sulit tidur. Tapi itulah dinamikanya melakukan kunjungan ke lapangan. Para petinggi CUPS harus ikut merasakan apa yang dialami oleh para staf di daerah, termasuk soal makan; bagaimana pahit manis yang mereka alami. Para stafpun dapat merasakan bahwa para atasan mereka ikut berbela rasa dengan mereka; merasakan suka duka mereka. Tahun itu juga, tepanya 1 Agustus 2007, kantor baru dibangun di Air Upas dekat dengan lingkungan gereja Paroki, besar dan megah untuk ukuran saat itu. Saya beberapa kali memberikan pelatihan di Gedung baru ini dan di Gedung ini sudah disediakan 1  kamar untuk para tamu yang menginap. Kantor ini arsitek dan pengerjaannya adalah Ir. Joko (alm) asal kampung Karangan, Marau.

    Sewaktu TP Air Upas dipimpin oleh Wawan, mereka dapat kucing hutan untuk “pelabor” kami ngobrol. Di Singkup zaman F.Yano, mereka cari tupai di kebun sawit sebelum saya datang. Lauk tupai yang ada notabene hanya dimakan saya sendiri, “kami dah sering dan dah puas makannya pak”,katanya. Senangnya dapat bertemu dan menikmati kebersamaan dengan mereka.



    1. Sensasi menjadi driver (why not?)

    Ketika seseorang menjadi penumpang (passenger), ia cenderung berada dalam posisi pasif. Sebagai penumpang, seseorang:

    1.Bergantung pada orang lain: Penumpang mempercayakan arah perjalanan, kecepatan, dan keputusan penting kepada sopir. Mereka hanya menikmati perjalanan tanpa tanggung jawab langsung atas kendali kendaraan.

    2.Tidak memiliki kontrol: Penumpang tidak bisa menentukan kapan berhenti, belok, atau bagaimana mengatasi tantangan di jalan.

    3.Cenderung nyaman tetapi terbatas: Meski tidak perlu repot, penumpang tidak memiliki kebebasan untuk menentukan tujuan secara langsung.

    4.Terkadang merasa cemas: Dalam situasi tertentu, penumpang bisa merasa gelisah jika sopir membuat keputusan yang kurang sesuai dengan harapan.

    Sebaliknya, menjadi sopir (driver) adalah pengalaman yang jauh lebih aktif dan penuh tanggung jawab. Sebagai sopir:

    1.Memegang kendali penuh: Sopir menentukan arah perjalanan, kapan berhenti, dan bagaimana merespons rintangan di jalan.

    2.Menentukan tujuan: Sopir memiliki kuasa penuh untuk memilih rute dan cara mencapai destinasi.

    3.Mengasah keterampilan: Mengemudi membutuhkan fokus, perencanaan, dan kemampuan mengambil keputusan, yang menjadikan perjalanan lebih menantang tetapi memuaskan.

    4.Memiliki tanggung jawab: Sebagai sopir, seseorang harus memastikan keselamatan semua orang yang ada di dalam kendaraan, termasuk dirinya sendiri.

    5.Merasa bebas dan berdaya: Kendali penuh memberikan rasa kebebasan dan kepuasan karena dapat membawa diri ke tujuan yang diinginkan.

    Sensasi Menjadi Sopir

    Ketika menjadi sopir, ada perasaan tanggung jawab yang lebih besar tetapi juga rasa bangga dan kebebasan. Sensasi ini muncul karena:

    • Anda adalah pemimpin perjalanan.

    • Anda merasakan pencapaian ketika berhasil mengatasi tantangan di jalan.

    • Anda memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai jalur dan mengambil keputusan strategis.

    Analogi Kehidupan: Jadilah Sopir, Bukan Penumpang

    Hidup adalah perjalanan, dan kita idealnya harus menjadi sopir dalam kehidupan kita sendiri. Ini berarti kita perlu:

    1. Menentukan tujuan hidup: Kita harus memiliki visi dan arah hidup yang jelas.

    2. Mengambil tanggung jawab: Kita bertanggung jawab atas keputusan yang kita buat, baik itu berhasil maupun gagal.

    3. Menghadapi tantangan dengan keberanian: Jalan hidup tidak selalu mulus, tetapi kemampuan kita untuk mengemudi dengan bijak akan menentukan hasil akhirnya.

    4. Memanfaatkan kebebasan: Menjadi sopir memungkinkan kita memilih jalan terbaik sesuai dengan nilai dan impian kita.

    Sebaliknya, menjadi penumpang dalam hidup berarti menyerahkan kendali kepada orang lain, seperti masyarakat, keluarga, atau keadaan. Ini bisa membuat kita kehilangan arah, menjalani hidup yang tidak sesuai dengan keinginan kita, atau merasa terjebak.

    Jadilah sopir dalam perjalanan hidup Anda sendiri. Miliki keberanian untuk memegang kemudi, menetapkan tujuan, dan menjalani hidup sesuai dengan arah yang Anda tentukan. Dengan menjadi sopir, Anda adalah pemimpin atas nasib dan masa depan Anda.

    1. “Sudah beristeri, Jangan goda. Tidak ada uangnya, semua ditangan isteri”

    Dalam kesempatan Pendidikan Dasar, ada 1 sesi yang selalu saya tekankan. “Atur keuangan rumah tanggamu atau Anggaran Belanja Keluarga mu. Jumlah uang yang dikelola memang penting, tetapi bagaimana mengelolanya, itu lebih penting” itu yang selalu saya tekankan.”Jangan belanja berdasarkan keinginan, tetapi harus berdasarkan kebutuhan; sebelum belanja catat dulu keperluannya” lanjut saya.

    Kemudian buat kesepakatan antara suami dan isteri, siapa bertanggungjawab apa. Semua pendapatan dan pengeluaran harus dicatat di buku ABK. Saya lalu bercerita, suatu saat saya numpang travel dari Balai Berkuak menuju Teraju dalam perjalanan ke Sekadau. Di depan kami ada sebuah mobil ekspedisi penuh muatan dan di ban belakang sebelah kanan ada penutup yang bertuliskan “Sudah beristeri, jangan goda. Tidak ada uangnya, semua ditangan isteri”.

    Saya tanya mereka,”Apa makna kata- kata itu?” Banyak tanggapan dan pendapat serta saran. Tapi semua sepakat bahwa makna dari tulisan itu adalah “dibalik kerja keras seorang suami, ada isteri yang mendominasi membuat suami terzolimi”. Semoga tidak terjadi pada anda yang membaca tulisan ini.

    1. Dikira Pastor dan sawi kampung tercecer.

    Saat itu sekitar bulan September 2010. Saya memfasilitasi Pendidikan Dasar di TP Tumbang Titi dan menginap di kantor CUPS di lantai 2 dimana ada 1 kamar diperuntukkan bagi tamu- tamu, khusnya pengurus dan pengawas yang berkunjung. Setelah selesai Pendidikan saya tidak langsung pulang karena masih ada urusan, keesokan harinya baru pulang ke Ketapang.

    Pagi- pagi saya pergi sarapan bubur dan minum kopi di warung di pasar Tumbang Titi, sambil langsung pulang ke Ketapang. Saya lihat ada ibu-ibu jual sawi kampung dan memang sudah musimnya. Saya membeli 7 ikat, saya pikir nanti di rumah 2 ikat disayur dan 5 ikat dibuat “jeruk” sawi. 7 ikat sawi kampung itu saya masukkan dalam 1 dus indomie dan saya ikat di bagasi sepeda motor win saya dan saya langsung meluncur.

    Setelah saya lewat Sungai Kulan, saya kena guyur hujan deras. Saya jalan terus karena saya mengenakan jaket hujan. Menjelang sampai di dekat Pak Kacong, hujan mulai mereda, tetapi masih gerimis. Perjalanan saya tertahan, karena jalan rusak dan harus melewati kubangan yang agak dalam serta harus antri beberapa lama. Seorang bapak yang menjadi relawan mengatur antrian menyapa saya, “Romo, silakan duluan”. Aku kaget, tahu darimana bahwa aku ini Romo atau Pastor. “Mungkin karena sepeda motor win ini ya”, kataku dalam hati. Tetapi ketika saya sudah sampai di seberang jalan rusak itu, dan aku menoleh ke bagasi belakang ternyata dus indomie berisi 7 ikat sawi kampung telah hilang, tinggal ikatan tali rafia. Rupanya akibat guyuran hujan, dus indomie koyak dan isinya habis tercecer. Nasib- nasib, rencana makan makan jeruk sawi kampung, tinggal cerita.


    1. Sapriyun : “Terima kasih, karena CUPS aku dapat menjadi sarjana”.


    Seorang anak muda bernama Sapriyun, dilahirkan pada 7 September 1986 di Kota Sintang, Kalimantan Barat (Kal-Bar). Ia merupakan anak ketiga dari lima bersaudara, putra pasangan Bapak Ugen B dan Ibu Manase Haidayani.


    Pendidikan dasarnya dimulai di SDN 1 Kudangan, Kalimantan Tengah, dan diselesaikan di SD Negeri 23 Tanjung Asam, Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, pada tahun 2000. Pendidikan tingkat lanjutan ditempuh di SLTP Kemala Bhayangkari 2 Tanjung Asam, yang berhasil diselesaikan pada tahun 2003. Kemudian,  melanjutkan ke SMK Negeri 2 Ketapang, Kalimantan Barat, dan lulus pada tahun 2007.

    Ketika lulus SMKN 2 Ketapang, ia sangat ingin kuliah dan menjadi sarjana seperti teman- teman yang lain, walaupun ia tahu bahwa orangtuanya tidak akan mampu membiayai pendidikannya. Ia melihat peluang bahwa ada sekolah kedinasan yang notabene gratis biaya pendidikan bila ia berhasil lolos tes dan diterima. Maka ia mencoba peruntungan dengan mengikuti tes masuk Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta, mengambil Jurusan Teknologi Penangkapan Ikan, Program Studi Penangkapan Ikan, jenjang Diploma IV. Eh ternyata, ia lulus tes dan diterima. Ia sangat bersyukur dan berterima kasih atas penyertaan Tuhan; sesuatu yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya karena pesertanya dari seluruh Indonesia dan ia termasuk di dalamnya. 

    Selesai menerima pengumuman tes kelulusan di Pontianak, Ia memutuskan segera pulang ke Kudangan, Kalteng untuk menyampaikan berita gembira ini kepada orangtuanya, terutama ibunya. Tetapi ada hal yang membuatnya risau dan kawatir, karena paling lama dalam waktu 3 hari setelah pengumuman kelulusan ia harus menyetor biaya sebanyak Rp 10 juta paling lambat pk.10.00 malam pada hari ketiga; bila tidak dibayar maka akan dinyatakan gugur. Mampukah orangtuanya menyediakan uang sebanyak itu?

    Menurut Sapriyun, ketika ia menyampaikan berita bahwa ia berhasil lolos tes dan diterima kuliah di Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta, ibunya tampak senyum sumringah dan bangga pada dirinya. “Anak kampung miskin ternyata bisa kuliah di ibukota negara, Jakarta”, begitulah kita-kira pikiran ibunya. Namun, sesaat kemudian Sapriyun sempat ragu untuk menyampaikan bahwa untuk itu ia perlu uang Rp 10 jt, sebab bisa jadi membuat ibunya jadi murung. Setelah bergulat sejenak dengan pikirannya, ia memutuskan tetap harus menyampaikannya saat itu, sebab keesokan harinya ia harus ke Ketapang untuk men-transfer biaya itu.

    Seperti yang ia duga, setelah disampaikan wajah ibunya langsung berubah murung dan pelan- pelan meneteskan air mata. “Ndak ada uang kami sebanyak itu, Nak”? kata ibunya sedih. Berikutnya ibunya beranjak pergi entah kemana, mungkin mencari pertolongan dengan keluarga dan kerabat. Saat malam, ibunya memberitahu Sapriyun bahwa mereka tak berhasil mendapatkan pinjaman dari keluarga dan kerabat. “Semuanya punya beban keuangan masing-masing”, kata ibunya dengan nada berat. “Maafkan ibu, tak ada yang dapat kami lakukan untuk membantumu” ucap ibunya sedih dan nyaris tak terdengar.”Ndak apa-apa bu, saya hanya mohon doa restu ibu agar saya mendapatkan jalan keluar dari masalah ini, sehingga saya dapat kuliah sebab pintu ke sana sudah terbuka. Saya sore ini juga harus berangkat ke Ketapang untuk mencari jalan keluar”, kata Sapriyun tegar.

    Setelah kerja keras memutar otak, Sapriyun melihat suatu celah harapan. “Satu harapan terbesar tinggal satu ini” kata bisikan hatinya; “Pinjam ke CUPS”. Ia bersyukur bahwa ia sudah menjadi anggota CUPS walaupun tabungannya masih minim, itupun berkat penyisihan yang ia lakukan dari pemberian orangtua dan hasil ia bekerja dengan guru praktek di SMKN2 dan di SMK Usaba bersama Pak Dionisius (alm) dengan mengerjakan proyek rumah.

    Sesampai di Ketapang dia memantapkan hati langsung menuju kantor CUPS, terus ke ruang bagian kredit. Di situ ia bertemu dengan petugas pak Gimin dan pak Matius. Setelah menguraikan maksud dan tujuan selengkapnya dan berharap ada pertimbangan dan belas kasihan, jawaban yang diterima adalah “maaf, kami tidak bisa mengabulkan permohonan anda; karena anda tidak memiliki penjamin, agunan dan tidak bisa membayar cicilan bulanan”. Tidak puas, ia naik banding minta ketemu dengan manager dan berharap ada pertimbangan. Hasilnya sama,”maaf, kami tidak bisa mengabulkan permohonan anda, tidak diatur dalam kebijakan kredit”, tegas Ibu Mariata Yati. Sapriyun lunglai. “Pupus sudah harapan ku untuk kuliah”, keluhnya sambil melangkah lesu menuju ke pintu keluar. 

    Tiba-tiba ia melihat pak Musa, Ketua Pengurus CU.Pancur Solidaritas datang dari area parkir menuju kantor. Seketika ia punya pikiran,”saya harus bicara dengan pak Musa, siapa tahu ia bisa membantu”. Sapriyun segera menyapa pak Musa dan mengutarakan persoalan yang dihadapinya dan telah ditolak oleh bagian kredit dan manager. Musa menyimak dengan seksama apa yang diceritakan oleh Sapriyun dan Musa langsung teringat ia pernah mengalami hal yang sama ketika Ia terpaksa gagal masuk fakultas Hukum Universitas Parahyangan Bandung pada tahun 1982, padahal ia sudah dinyatakan akan mendapat beasiswa penuh kecuali untuk biaya hidup dan pemondokan di Bandung. “Kamu tunggu di sini dulu ya” kata pak Musa dan Ia melangkah masuk menemui pejabat kredit dan Manager. Sejurus kemudian Sapriyun dipanggil masuk ke bagian kredit, ternyata permohonan pinjamannya Rp 10 jt cair. Koq bisa? “Pinjamanmu bisa cair karena dijamin oleh pak Musa. Pinjamanmu jangka waktu pelunasannya adalah 4 tahun atau 48 bulan; pokok dan bunganya dibayar sekaligus saat kamu tamat dan mulai bekerja”, demikian penjelasan pak Gimin. Sapriyun sangat bersyukur atas pertolongan Tuhan dengan bantuan pak Musa. Menurut Musa, ia berani “pasang badan” karena dari tatapan mata Sapriyun terpancar tekad juang yang kuat dan kejujuran”. Setelah lulus 4 tahun kemudian dan bekerja, ternyata Sapriyun sempat lupa dengan janjinya. Menurut penuturan Sapriyun, memasuki tahun ke-2 bekerja sebagai Mualim 1 di Kapal Penangkap ikan di Papua, ia berselancar di media social Facebok dan menemukan laman CUPS, sertamerta ia teringat dan  sadar bahwa ia punya kewajiban yang harus ia bayar untuk sebuah komitmen hampir 6 tahun yang lalu yang membuat dirinya seperti sekarang. Ia langsung menelepon ke nomor yang tertera di situ dan menelepon pak Erwin, staf senior CUPS untuk memastikan berapa nominal kewajiban yang harus dia bayar. Ia minta maaf atas segala keteledorannya dan hari itu juga Pokok simpanan beserta bunganya selama hampir 6 tahun ia lunaskan.

    Berkat semangat dan kegigihannya, Sapriyun berhasil diterima di Sekolah kedinasan di Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta, milik Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan sistim Pendidikan semi militer. Pada Juli 2011, Sapriyun berhasil menyelesaikan studi tersebut dengan meraih gelar Sarjana Sains Terapan Perikanan (S.ST.Pi). Dedikasi dan komitmen terhadap dunia pendidikan membawa Gr. Sapriyun menjadi ASN PPPK pada tahun 2023, dengan peran sebagai Guru di SMK Negeri 2 Ketapang, Kalimantan Barat. Pada tahun 2024, Ia juga berhasil menyelesaikan Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk mendukung profesionalisme dalam mengajar. “Terima kasih CUPS, karenamu aku dapat menjadi sosok yang sekarang ini”. kata hati Sapriyun.


    Pada akhir tahun 2006, berkat rintisan Antonius Tegaso staf baru waktu itu, CU Pancur Pancur Solidaritas membuka wilayah pengembangan di Kudangan dan sekitarnya di wilayah Kalimantan Tengah dengan didukung kuat oleh tokoh masyarakat setempat bernama Rihau, yang merupakan pensiunan pegawai kecamatan. Pendidikan Dasar perdana difasilitasi oleh Ketua Pengurus, Redemptus Musa dan Manager, Mariata Yati masing- masing sebagai fasiltator utama dan Co fasilitator. Pendidikan Dasar ini dibuka secara resmi oleh Camat Kudangan dan didampingi oleh Kepala Desa Kudangan, sesuatu yang jarang terjadi untuk suatu Pendidikan CU.

    1. Target tercapai, dihadiahi Jadi tuan rumah RAT BK3D 2005. 


    Pada RAT BK3D Kalimantan Bulan Februari 2004, yang berlangsung di Wisma Tabor Pusat Damai, ditawarkan Credit Union mana yang bersedia dan menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah pada RAT BK3D Kalimantan tahun 2005. Saya yang hadir bersama Pak Sihombing, termasuk yang menawarkan diri untuk diadakan di Ketapang. Namun Mecer menepis usulan kami,”untuk menjadi tuan rumah harus sudah memiliki aset minimal 5 M”, kata nya tegas. Tidak heran, karena aset CUPS per 31 Desember 2003 baru Rp 2 M, maka CUPS tidak masuk hitungan. Namun pada awal Januari 2005, pak Frans Laten Manager BKCUK memberitahukan dan selanjutnya mengirimkan Surat Keputusan bahwa RAT BK3D/ BKCU Kalimantan tahun 2005 diadakan di Ketapang dengan tuan rumah CU Pancur Solidaritas yang berlangsung dari tanggal 18 – 20 Februari 2005. Kegiatan RAT dilangsungkan di Rumah Retret Bina Utama Payak Kumang selama 2 hari dan hari ke-3 diadakan kegiatan rekreasi keliling kota dan ke Pantai Sisik, Kendawangan. Peserta yang hadir merasa puas atas kinerja tuan rumah; seksi konsumsinya waktu itu ditangani oleh ibu Lusia Sunarto dan tim.

     Jadi usulan kita untuk menjadi tuan rumah yang awalnya ditolak, ternyata dikabulkan karena target pencapaian hasil SPBP CUPS pada 24 – 27 Oktober 2001 tercapai, bahkan tercapai dengan mengesankan seperti data berikut per 31 Desember :


    Target berdasarkan SPBP 24-27 Oktober 2001.

    No.

    uraian

    2001

    2002

    2003

    2004

    1.

    Anggota (org)

    128

    364

    1005

    2789

    2.

    Aset (Rp)

    134 jt


    235 jt

    1,56 M

    1,9 M

    Realisasi Program :

    No.

    uraian

    2001

    2002

    2003

    2004

    1.

    Anggota (org)

      -

    376

    1.678

    1998

    2.

    Aset (Rp)

      -

    354 jt

    2 M

    5,5 M


    Walaupun target anggota per 31 Desember 2004 mengalami – 791 orang, tetapi target aset + 3,6 M. Dengan aset 5,5 M maka memenuhi kriteria menjadi tuan rumah RAT yang minimal 5 M. Hasil kerja yang cemerlang.


    Hidup selalu dianggap sulit oleh orang- orang yang negative, tetapi dianggap menantang bagi orang- orang positif.

    Lebih baru Lebih lama

    نموذج الاتصال