Tak ada hasil yang ditemukan

    Tanah Simpang Tiga Sekadau: Warisan Kantor dan Asrama PD Yang Monumental

    Salah satu persimpangan Kota Sekadau dalam imajinasi AI

    Pada tanggal 28 Maret 2024 R.Musa Narang menulis di portal berita online www.sanggaunews.com dengan judul “ Kantor Baru CU.Keling Kumang dan Sumur Yakub di Tanah Simpang Tiga Sekadau”, yang memberitakan bahwa dalam rangka Ulang Tahun CU.Keling Kumang ke- 31, telah dilakukan upacara peletakan batu pertama pembangunan Kantor Cabang CU.Keling Kumang dan Hotel SMK Keling Kumang di Tanah Simpang Tiga Sekadau.


    Seorang alumnus SPG St.Paulus Sekadau angkatan pertama tahun 1971 asal Tapang Perodah, Drs.Henry Lisar, M.Pd. yang juga mantan dosen Universitas Tanjung Pura dan mantan Kepala Inspektorat Kabupaten Sekadau, menulis di Grup WA Alumni SPG St.Paulus Sekadau menanggapi berita itu  Berikut komentarnya :


    “Kita pernah mendengar istilah "The Man behind the gun" yg diterjemahkan: "Orang Dibalik  Senjata". Pak Miaukang dikenal sebagai Master Properti; Mgr Lukas Spinosi,CP adalah Leader Pengembangan SDM; Tukang foto Ade Yus adalah Fotografer terbaik di jamannya. Mereka berkerja sebagai pengendali, pengarah di belakang staf- staf ahli atau alat yg dipegang di tangan atau di depannya.


    Tanah Simpang Tiga Sekadau itu bukan sekadar strategis letaknya tapi punya prospek atau punya nilai yang tinggi, ibarat intan berlian. Harta karun yang terpendam ketika tidak dikelola dengan baik tetap punya nilai, dan akan punya NILAI LEBIH, sangatlah tergantung pada Leader-nya.

    Proficiat kepada CU-KELING KUMANG (CU-KK) atas Peletakan batu pertama pembangunan Kantor Cabang CU-KK Sekadau di hari ulang tahunnya yang ke-31 pada tgl 25 Maret 2024 yang lalu. 


    Semoga kantor CU-KK Simpang Tiga Sekadau yang digunakan untuk pelayanan dalam upaya pengembangan ekonomi kerakyatan, peningkatan taraf hidup anggota melalui Credit Union dan untuk Hotel SMK-Keling Kumang sebagai sarana praktek perhotelan bagi siswa-i SMK-KK Sekadau, bisa terwujud sesuai dengan harapan masyarakat banyak. 


    Meskipun Tanah Simpang Tiga Sekadau sudah dikelola CU-KK, kita berharap, semoga semangatnya tetap sama dengan visi gereja yakni demi kepentingan masyarakat banyak (bonum comunne). Bidang ekonomi kerakyatan dan Bidang Pendidikan Vokasi sedang ngetren-trending saat ini dan kedepannya. Inilah sekadar Motivasi dan Harapan saya”


    TOKOH PENGEMBANGAN SDM SEKADAU.


    Di bagian lain, Henry Lisar yang merupakan pengagum Mgr.Lukas D. Spinosi, CP ini, memberi komentar sebagai berikut : “Terlepas dari segala kekurangannya; kita patut bersyukur dan salut dengan Mgr Lukas D.Spinosi,CP yang punya VISI kuat telah membangun dunia pendidikan di Sekadau dulunya. Beliau telah membuka jalan bagi masyarakat khususnya masyarakat pedalaman sehingga kita bisa keluar dari zona sulit untuk sekolah di masa  itu”. Drs.Paulus Florus, alumni SPG St.Paulus Sekadau alumnus 1976 dan salah satu tokoh Dayak Sekadau yang kini bermukim di Pontianak sependapat dengan Henry Lisar bahwa peranan para Misionaris sangat besar dalam pengembangan SDM masyarakat Sekadau, khususnya dibawah kepemimpinan Prefek Lukas D. Spinosi CP; Florus menilai Mgr.Lukas D. Spinosi,CP sebagai pribadi yang cerdas dan berani.


    Lebih jauh, Henry Lisar yang kini telah menikmati masa purnatugas sebagai PNS dan saat ini berdomisili di Pontianak, menyatakan bahwa keberhasilan Mgr. Lukas D.Spinosi,CP sebagai pemimpin Gereja Katolik Lokal Sekadau waktu itu (sebagai Prefek Prefektur Apostolik Sekadau) mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) Sekadau, tidak terlepas dari berhasil dipenuhinya beberapa syarat yang diperlukan seperti : Pertama; adanya fasilitas utama pendidikan. Bak gayung bersambut ketika para tokoh dayak melalui Lembaga Persatuan Dayak (PD) saat itu rela menghibahkan aset berupa Gedung Kantor dan asrama PD, sekaligus Tanah di Simpang Tiga Sekadau, yang “orangtua kita” rebut dengan darah dan air mata dari kolonial Belanda dan Jepang saat itu. Itu sejarah yang patut kita renungkan. Kedua, adanya guru. Selain guru yang berasal dari masyarakat setempat, juga didatangkan guru dari luar terutama dari pulau Jawa. Ketiga, adanya Ijin Operasional dari pemerintah. Ke-empat, adanya kurikulum pendidikan yang memenuhi syarat. Kesemua syarat minimal itu sudah terpenuhi oleh Yayasan penyelenggara (Yayasan Karya Sekadau ) saat itu. Puji Tuhan...! Berdirilah SMPK Santo Gabriel Sekadau tahun 1968. Thn 1971 dilanjutkan berdirinya SPG St Paulus Sekadau. 

    Untuk memperkuat tersedianya Enrolment maka didirikan juga Sekolah Dasar swasta dan Subsidi di kampung-kampung di wilayah Sekadau yang jumlahnya tidak kurang dari 40 an SD. Tamatan- tamatan SD tersebut sebagian besar langsung melanjutkan ke SMPK dan tamatan SMPK hampir semua lanjut ke SPG St. Paulus Sekadau, yang telah menghasilkan banyak pahlawan-pahlawan tanpa tanda jasa. “Maaf, ini sekadar memori-kilas balik” pungkas Henry mengakhiri pendapatnya.


    Sekadau : berawal dari sebuah Kotaraja.


    Kata “Sekadau” konon berasal dari kata “adau” suatu pohon keras yang banyak tumbuh di area muara sungai Sekadau masa itu. Kerajaan Sekadau awalnya didirikan di Kematu, oleh Pangeran Engkong yang masih merupakan kerabat Dara Nante dari Kerajaan Sanggau. Terletak 3 km di hilir Rawak, ibu kota kecamatan Sekadau hulu sekarang. Raja I Sekadau Pangeran Engkong memilki 3 putra, yaitu Pangeran Agong, Pangeran Kadar dan Pangeran Senarong. Ketika Pangeran Engkong wafat, Ia digantikan oleh pangeran Kadar karena dinilai lebih mampu dan  bijaksana. Karena kecewa tidak diangkat menjadi raja, maka Pangeran Agong menyingkir ke Lawang Kuari dan Pangeran Senarong mendirikan kerajaan di daerah Belitang. Setelah Pangeran Kadar meninggal, makai a digantikan oleh putranya, Pangeran Suma, yang kemudian memindahkan kerajaan Sekadau dari Kematu ke Sungai Barak, yang secara administratif saat ini berada di wilayah Desa Mungguk, kecamatan Sekadau Hilir, kota Sekadau.

    Di era kemerdekaan, tepatnya pada Juni 1952 diwakili oleh Gusti Kolen dan Gusti Adnan Pangeran Agong menyerahkan admnistrasi kerajaan ke Pemerintah Republik Indonesia di Jakarta dan Bersatu dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan pemerintahannya berubah menjadi bentuk “Kewedanaan Sekadau” dan dipimpin oleh seorang Wedana. Sejak tahun 1970 berubah menjadi Kecamatan (Sekadau Hilir) termasuk wilayah Kabupaten Sanggau.

    Selaras dengan hadirnya Undang- undang otonomi Daerah dan atas Prakarsa para tokoh Sekadau seperti H.Usman Djafar, Paulus Lion, Ali Daud, dkk maka sejak 18 Desember 2003, Sekadau berubah menjadi Pemerintah Kabupaten, yang dipimpin oleh seorang Bupati.(Sumber : sekadaukab.go.id)



    Tonggak sejarah 1. Dayak In Action dan Gedung PD di Sekadau

    Pada tanggal 30 Oktober 1945, asosiasi Daya in Action telah dibentuk di Putussibau. Banyak dari pendiri gerakan ini adalah guru, dan pemimpinnya F.C. Palaunsoeka adalah seorang guru sekolah. Seorang Pastor Jawa, A. Adikardjana memainkan peran penting dalam landasan gerakan. Setahun setelah berdirinya, asosiasi berevolusi menjadi Partai Persatuan Dayak (PPD).. Pada bulan Oktober 1946, Netherlands Indies Civil Administration (NICA) menunjuk tujuh anggota PPD menjadi anggota Dewan Kalimantan Barat (yang memiliki total 40 kursi). Setengah dari anggota dewan administratif Daerah Khusus Kalimantan Barat berasal dari PPD; yang terdiri dari Oevaang Oeray, F.C.Palaoen Soeka, Lim Bak Meng (orang Cina Katolik) dan AF Korak dan lain- lain.

    Pada saat itu, PPD mengambil posisi ambivalen terhadap Belanda. Ini dicari kerjasama dengan NICA dalam rangka memperkuat posisinya, tapi pada kesempatan yang sama menggunakan waktu itu untuk mengkritik 'gangguan' Belanda dalam urusan Dayak. 

    Pada Pemilu parlemen 1955, PPD mendapat 146.054 suara (0,4% suara nasional), dan mendapat satu kursi di Dewan Perwakilan Rakyat dari Kalimantan Barat. Partai ini memperoleh 33,1% suara pada Kalimantan Barat, menjadi partai terbesar kedua di daerah setelah Masjumi. Dalam pemilihan dewan provinsi Kalimantan Barat pada tahun yang sama, PPD memenangkan sembilan dari 29 kursi. Tokoh- tokoh penting PPD saat itu antara lain :J.C. Oevaang Oeray, pendiri Partai Persatuan Dayak & gubernur Kalbar pertama, Hausman Baboe, tokoh Pendiri Kalteng dan tokoh Pers Kalteng & pendiri harian "Suara Dayak", Franciscus Conradus Palaoensoeka, tokoh politisi Partai Persatuan Dayak dan tokoh Pendiri harian Kompas, G.P. Jaung dan Jeranding Abdurrahman,dll.

    Dari hasil kemenangan PPD ini, antara lain didirikan beberapa kantor dan asrama PD di Pontianak dan kota- kota penting di kalbar, termasuk di Sekadau yang berlokasi di Tanah Simpang Tiga. Tempat ini menjadi saksi dan symbol pergerakan masyarakat Dayak untuk berdaulat secara politik dan keluar dari segala macam bentuk ketertinggalan.(sumber : Wikipedia.org)


    Tonggak sejarah 2. Tanah dan Gedung PD dihibahkan ke Gereja


    Kunjungan pertama kali Pater Edmundus Grijsbers, OFM.Cap ke kampung Janang Ran (sekarang Kecamatan Belitang Hilir Kabupaten Sekadau) atas prakarsa Buan        dan Lebong pada September 1940, memberi       motivasi bagi para Pater Kapusin dari stasi Sanggau yang sering mengunjungi daerah Mualang. Kemudian Mgr. Valenberg mengangkat P.J. Denggol sebagai Katekis untuk        daerah itu. Dalam perjalanan ke daerah Mualang Pater Kapusin biasanya menginap di rumah keluarga Tionghoa Katolik di Sekadau yakni Lotai Lai Fu Siong. Uskup Pontianak mengambil keputusan penting untuk mendirikan Stasi Sekadau         dan dipisahkan dari Stasi Sanggau pada tanggal 1 Januari 1950. Uskup Pontianak menugaskan Pater Nazarius, OFM.Cap dengan mengirim telegram penugasan pada tanggal 7 Agustus 1950.       Kemudian Uskup Pontianak mengirim telegram yang berisi pengangkatan secara  resmi P. Nazarius menjadi pastor di Stasi Sekadau pada tanggal  13 Agustus 1950. Sejak saat itulah        Stasi Sekadau didirikan secara resmi. Karena tempat penginapan (Pastoran) belum ada maka P. Nazarius menumpang di Rumah Persatuan Daja (PD) di Sekadau. Beberapa waktu kemudian P. Donatus Dunselman dan Br Cosmas berangkat ke          Sekadau untuk membeli tanah guna membangun tempat tinggal pastor dan   Gereja. Stasi Sekadau memiliki anggaran sendiri untuk pembangunan tempat  tinggal pastor, gereja dan karya pastoral. Sejak tanggal 1 Januari 1951 P. Donatus        Dunselman ditetapkan bersama P. Nazarius menjadi pastor di Stasi Sekadau          dan kampung-kampung sekitarnya. Patut dicatat bahwa Stasi Sekadau didirikan oleh banyak pihak, seperti P.J. Denggol asal Ketapang, M.Th. Djaman dari Sanggau, Petrus Buan dari Janang Ran dan C. Telajan pada tahun 1950. Mereka ini adalah para pelajar Seminari di Nyarumkop yang memiliki kedekatan dengan para misionaris Kapusin. Dengan demikian maka  dihibahkannya “Rumah PD” ke pihak gereja terasa sangat masuk akal.(sumber : Makalah P.Dionisius Meligun,Lic.Th,Panggilan dan peranserta Yayasan Karya Keuskupan Sanggau dalam mencerdaskan bangsa, dalam seminar Pendidikan pada Reuni Alumni SPG St.Paulus Sekadau, 2023).

    Sejak dihibahkan ke pihak Gereja Katolik pada tahun 1960an, maka pemimpin Gereja Katolik Sekadau, dalam hal ini Prefektur Apostolik Sekadau melalui Yayasan Karya Sekadau menggunakan lokasi Tanah Simpang Tiga ini untuk mendirikan SMPK St.Gabriel pada tahun 1968 dan 3 tahun kemudian dilanjutkan dengan pendirian SPG St.Paulus Sekadau pada tahun 1971. Para penghuni asrama PD yang awalnya adalah siswa SMPK dan SPG, setelah Gedung SMPK selesai dibangun sekitar tahun 1973, maka mereka dipindahkan ke Asrama Putra St.Gabriel di Lantai 2 gedung SMPK. Pada saat reuni emas (50 tahun) SMPK St. Gabriel tahun 2018, tercatat alumni SMPK St.Gabriel sudah mencapai 5000an lebih dan pada reuni alumni SPG St.Paulus Sekadau pada 7-8 Juli 2023, total alumni SPG St.Paulus Sekadau yang terdiri dari 18 angkatan ketika ditutup pada tahun 1991 adalah 1000an lebih. Suatu “output” yang luar biasa dan semoga mampu menghasilkan “outcome” yang luar biasa juga.

    Tonggak sejarah 3. 

    Tanah Simpang Tiga diserahkan ke CU Keling Kumang


    Pada tahun 2012, setelah sekitar 50an tahun digunakan oleh pihak Keuskupan (SPG ditutup dan SMPK pindah ke Jalan Rawak), maka menurut Munaldus, Ketua CU Keling Kumang saat itu, Mgr. Yulius Mencuccini,CP meminta CU Keling Kumang yang mengambilnya, membelinya dengan harga pantas. Menurut beberapa sumber, banyak pihak swasta yang mau membelinya, bahkan dengan harga lebih tinggi, tetapi Bapak Uskup Sanggau itu menyadari bahwa tanah itu diperoleh Gereja secara hibah demi kepentingan masyarakat banyak, untuk pengembangan bidang Pendidikan. Nah, kalau diambil oleh CU.Keling Kumang, semangatnya tetap sama, yaitu untuk kepentingan masyarakat banyak (Bonum Commune), hanya berubah peruntukannya, dari  kepentingan pengembangan bidang Pendidikan ke bidang ekonomi kerakyatan; peningkatan taraf hidup anggota melalui Credit Union.

    Para petinggi di CU Keling Kumang menyadari betul  Amanah yang diberikan oleh Uskup Sanggau waktu itu, yaitu untuk kepentingan orang banyak (Bonum Commune), oleh sebab itu pemanfaatannya telah dipertimbangkan dengan matang. Keputusan untuk menggunakan lokasi tersebut sebagai lokasi Kantor CU.Keling Kumang yang representatif, sebagai representasi pengembangan bidang ekonomi kerakyatan melalui Credit Union dan Pengembangan SDM (Hotel SMK Keling Kumang) dirasa masih sesuai dan relevan dengan visi awal yang diamanahkan oleh para pendiri PPD atau para Tetua Dayak. Hal ini juga sesuai dengan harapan pemerintah Kabupaten Sekadau, yang meminta agar tanah tersebut segera difungsikan, sehingga tidak memberi kesan “lahan terlantar” di pusat kota Sekadau. Bersama kita membangun Sekadau. Semoga*** (R.Musa Narang).



    Lebih baru Lebih lama

    نموذج الاتصال